DiksiNasi, Ciamis – Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia akan naik dari 11% menjadi 12%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kebijakan ini bukanlah keputusan “membabi buta” melainkan langkah strategis untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kami memahami kekhawatiran masyarakat, tetapi APBN harus tetap kuat untuk menghadapi tantangan ekonomi global,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR. Rabu, (13/11).
Alasan Kenaikan PPN
Menurut pemerintah, kenaikan PPN ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara agar sejalan dengan standar negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).
Tarif PPN Indonesia yang sebelumnya 11% masih di bawah rata-rata global. Pendapatan ini akan digunakan untuk membiayai program pembangunan dan subsidi.
Namun, kebijakan ini juga menuai kritik, terutama dari sektor usaha.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, menilai kenaikan ini bisa memukul daya beli masyarakat yang saat ini sudah tertekan.
“Industri makanan dan minuman menghadapi tantangan berat dengan kenaikan biaya bahan baku, energi, hingga logistik. Jika daya beli melemah, kami akan makin tertekan,” ungkap Adhi.
Dampak Ekonomi
Kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi hingga 53% terhadap PDB, hanya mencapai 4,91%, lebih rendah dari kuartal sebelumnya.