Selain itu, bubur suro juga mencerminkan penghormatan terhadap peristiwa Muharam dan bentuk syukur kepada Tuhan.
Ketua Pokdarwis Kampung Gribig Religi, Devi Nur Hadianto, menyampaikan bahwa acara ini bertujuan mengembangkan wisata religi lokal.
“Ngudeg bubur bersama, mengandung makna bahwa segala sesuatu akan menjadi ringan. Jika, kita kerjakan dengan ikhlas dan gotong royong,” ujarnya.
Apresiasi dan Harapan
Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dis porapar) Malang, Baihaqi, mengapresiasi terselenggaranya Mbabar Bubur Suro.
“Acara ini menunjukkan sinergi luar biasa untuk melestarikan budaya,” katanya.
Baihaqi juga menekankan pentingnya melibatkan generasi muda dalam tradisi ini sebagai upaya edukasi sejarah.
Perayaan malam 1 Suro tidak hanya menandai tahun baru dalam kalender Jawa tetapi juga 1 Muharram dalam penanggalan Hijriah.
Masyarakat, menandai tradisi ini dengan puasa sunah Asyura dan penyajian bubur suro di beberapa daerah di Indonesia seperti Riau dan Kalimantan.
Bubur suro, yang terbuat dari beras, santan, dan berbagai sayuran, memiliki makna mendalam sebagai ungkapan syukur atas keselamatan dari Allah SWT.
Menurut legenda, tradisi bubur suro bermula dari Nabi Nuh AS yang mengumpulkan berbagai bahan makanan saat menyelamatkan umatnya dari banjir besar.
“Peganglah semua ini dengan erat, dan kamu akan merasa aman dalam keadaan selamat,” ujar Nabi Nuh kepada kaumnya.
Tradisi ini kemudian menjadi bentuk syukur dan kenangan atas keselamatan anugerah dari Allah SWT.
Dengan berbagai kegiatan yang sarat makna dan simbolis ini, tradisi Mbabar Bubur Suro semoga dapat terus lestari dan menjadi daya tarik wisata religi di Kota Malang.