DiksiNasi, Cikarohel – Idul Adha kali ini membuat Mama Rohel terpuruk.
Kondisi keuangannya sedang tidak baik-baik saja.
Tanaman pisang raja bulu yang ia andalkan tidak mampu menutup biaya operasional Pesantren Tegal Bentar.
“Wayahna, Do. Mama tidak menyembelih hewan kurban. Mama ikut Kanjeng Adipati saja,” ujar Mama Rohel membuka obrolan pagi.
Kesedihan Mengiringi Suara Takbir
Suara takbir menggema, namun ada kepedihan dan rasa nelangsa yang mengiringinya.
Kampung Cikarohel masih berselimut kabut pagi.
Dodo bin Smith hanya terdiam menatap wajah Mama Rohel.
Sebagai santri senior, ia tak tega melihat Mama bersedih dan kehilangan keceriaan.
“Jadi, bagaimana sebaiknya, Ma? Apakah kita bersabar saja? Kalau ikut agenda Kanjeng Adipati, apakah kita dijamin dapat daging?” tanya Dodo sambil mengangkat tangan.
“Iya, kita diam dan bersabar saja, Do. Masalahnya, untuk mendapatkan bantuan dan simpati dari Kanjeng Adipati, kita harus terlihat miskin. Rumah dan pesantren harus tampak reyot dan hampir roboh, ditambah kondisi sakit-sakitan. Kalau begitu keadaannya, baru Kanjeng Adipati akan turun tangan,” jawab Mama Rohel.