Part 125: Masjid Tanpa Keramahan

Di tengah area sholat dan di kedua sisinya, pengelola menyediakan ruang kosong agar anak-anak bermain dan menginap.

banner 468x60

Mama Rohel Belajar Alif Batasa

Kyai Soderi dan Kyai Imam mengajari Mama Rohel mengaji alif batasa di masjid itu.

Ia mempelajari cara mengeja huruf Hijaiyah dan mengaji Al-Qur’an 30 juz di Masjid Al-Hidayah.

Kyai Soderi berkata, “Suatu saat nanti kamu akan merindukan suasana masjid yang riuh, ramai, dan indah. Abah sengaja membiarkan kalian melakukan apa pun di masjid ini selama kalian mau mengaji. Kenanglah masa indah ini sepanjang hidupmu kelak.” Wejangan itu terus menghantui pikiran Mama Rohel hingga hari ini.

Setelah sekian puluh tahun berlalu, ia merindukan suasana mesjid yang ramah dan familiar.

Di kota, pengurus DKM ternyata tidak ahli mesjid dan kurang memiliki pengalaman indah di masjid.

Mereka yang belajar Islam di usia lanjut dianggap paling soleh sehingga mereka membuat masjid menjadi tempat yang sangat privat.

Kota kini menampilkan mesjid-mesjid mentereng dan megah, tetapi sepi.

Anak-anak tidak bermain, dan jumlah jamaah pun sedikit.

Setiap kali Mama Rohel mengunjungi kota, ia tidak menemukan mesjid yang menyerupai masa kecilnya.

Mama Rohel berkata, “Masjid sekarang seperti gereja. Sepi mencekam dan hanya ramai pada hari Jumat. Mereka menulis ‘Dilarang Tidur di dalam!’ di dinding mesjid. Setelah isya, mereka mengunci masjid sehingga para musafir harus sholat di emperan.”

Ia mengutarakan hal itu ketika berbincang dengan para santri Tegal Bentar.

Samsul dan Dodo mendengarkan kisah Mama Rohel dengan penuh syukur karena mengadaptasi pengalaman masa kecilnya di Pesantren Tegal Bentar.

Di Masjid Tegal Bentar, mereka memberi ruang agar anak-anak kampung bisa bermain.

Samsul berkata kepada Dodo, “Pengalaman masa kecil Mama membuat semuanya begitu indah. Makanya, kita menikmati didikan Mama.”

Dodo, yang terkenal sebagai santri nakal, juga merasakan kasih sayang Mama Rohel.

Ia menimpali, “Iya, Sul, aku juga merasakan kasih sayang Mama yang melampaui amarahnya. Masjid Tegal Bentar selalu terbuka untuk siapa pun, menyediakan kopi, dan bahkan memberi jatah makan bagi para musafir yang menginap.”

banner 336x280