DiksiNasi, Cikarohel – Kampung Cikarohel tampak meriah.
Ribuan bendera merah putih dan umbul-umbul menghiasi jalan serta rumah penduduk.
Suasana gembira menyelimuti warga yang merayakan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Perayaan ini menjadi siklus seremonial untuk mengenang jasa para pahlawan bangsa.
Suasana di Pesantren Tegal Bentar
Di Pesantren Tegal Bentar, jamaah memenuhi pendopo.
Mereka mengikuti istighosah dan tawasulan yang dipimpin Ajengan Duleh.
Sementara itu, Mama Rohel duduk khusyuk di sudut ruangan, larut dalam doa.
Usai memimpin tawasulan, Ajengan Duleh dan Mama Rohel menikmati suguhan pagi: bala-bala, pisang goreng, dan singkong rebus yang ditemani kopi khas Gunung Sawal.
Sambil menyeruput kopi dan mengunyah gorengan, Ajengan Duleh membuka percakapan.
“Mama, apa makna kemerdekaan bagi bangsa kita? Benarkah kita sudah merdeka secara hakiki?” tanya Ajengan Duleh datar.
Mama Rohel terdiam sejenak. Ia menarik napas panjang, lalu menjawab pelan.
“Kita memang sudah merdeka dari penjajahan Belanda. Usia kemerdekaan kini sudah 80 tahun. Tapi sayangnya, sebagian pemimpin bangsa menyalahgunakan kemerdekaan ini,” ujar Mama Rohel.
“Maksudnya bagaimana, Mama?” sela Ajengan Duleh penasaran.
“Setelah Belanda angkat kaki, anak cucu para antek penjajah justru menikmati hasil kemerdekaan. Mereka menduduki jabatan penting di negara ini. Jiwa inlander tidak hilang, malah diwariskan. Watak penjajah mereka hidup kembali dalam kebijakan yang merugikan rakyat,” jelas Mama Rohel.
Komentar