DiksiNasi, Cikarohel – Hari ini, Mama Rohel berkunjung ke Kanjeng Penghulu Gusti.
Di sini ada adat Nyepuh, yang merupakan siloka pemikiran di balik tradisi Nyepuh.
Pagi-pagi, usai salat Subuh, Mama Rohel memacu kuda Sembrani menuju Kampung Ciomas Panjalu.
Mama Rohel ditemani Dodo, santri senior di Pesantren Tegal Bentar.
Dodo akan mengenal tradisi Nyepuh agar cepat tumbuh dewasa.
Kecepatan kuda Sembrani bagaikan cahaya.
Sekedip mata, Mama Rohel dan Dodo sudah sampai di Gerbang Makam Penghulu Gusti.
“Do, wayahna ulah loba babacaan. Simak dan ikuti semua prosesi Nyepuh. Ini adalah tradisi syiar yang bertujuan menyampaikan pesan ajaran langit agar bisa dipahami oleh masyarakat dengan local wisdom-nya,” ujar Mama Rohel membuka obrolan.
Berpakaian putih-putih, Dodo duduk di antara jemaah yang lantang bertawasul.
Mata Dodo menatap batu nisan tua yang berlumut. Ini merupakan pertanda usia makam Kanjeng Penghulu Gusti sudah ratusan tahun.
Sementara itu, Mama Rohel duduk di bagian kepala.
Ia tidak larut bersama jemaah, tehttps://diksinasinews.co.id/diksinews/pengganti-yana-d-putra-masih-rahasia-ini-kata-bupati-ciamis/tapi langsung menembus dimensi alam ruh.
Ada pesan dari alam sana yang harus dia sampaikan.
Suara berbisik dan merintih mulai terdengar.
Mama Rohel juga menyimak suara itu.
“Kula Eyang, wayahna incu. Ieu tradisi Nyepuh ulah sampai leungit. Isuk pageto bakal manggih zaman anu kaleungitan. Indung kaleungitan kaindunganana, rama bakal kaleungitan karamaanana, ulama bakal kaleungitan sima ilmuna. Mantak sing pageuh ngajaga tradisi Eyang,” ujar suara serak dari sosok Eyang.
Mama Rohel tak mampu menjawab.
Ia hanya meneteskan air mata.
Nelangsa rasanya karena generasi sekarang mulai melupakan karuhunnya.