DiksiNasi, Cikarohel – Suasana Ramadhan di Kampung Cikarohel terasa muram.
Hasil panen tidak maksimal, Kanjeng Prebu juga sedang tidak baik-baik saja.
Perdagangan meredup.
Keuangan kerajaan defisit.
Anggaran kini semakin ketat.
Mama Rohel menjalani puasa dengan penuh keterbatasan.
Efisiensi terjadi, termasuk pemotongan anggaran untuk para tamu di Pesantren Tegal Bentar.
“Nyi Imas, Abah terkena imbas dari keadaan negeri sebelah yang ugal-ugalan mengorupsi kekayaan alam. Hasil tambang dikorupsi, Pertamina digarong, dan rakyat ditipu mentah-mentah,” ujar Mama Rohel membuka obrolan sahur bersama Nyi Imas.
Sahur pertama Mama Rohel hanya dengan sayur lodeh, sambal, dan kulub sampeu.
Ia membesarkan Nyi Imas seorang diri hingga lupa menikah kembali.
“Nyi, untung Islam punya bulan Ramadhan, bulan pencucian dosa. Bayangkan, berapa ribu kontainer dosa para penjahat di Pertamina dan pertambangan!” ujar Mama Rohel sambil menyantap sahurnya.
Nyi Imas menimpali, “Ramadhan mah hanya sebulan, Bah. Di agama sebelah, pencucian dosa bisa lebih paten. Dosa umatnya ditebus langsung oleh Tuhannya. Itu yang membuat orang tenang meskipun berbuat jahat. Dosa otomatis terhapus, asal mampu menebusnya lewat imam mereka.”
Mama Rohel langsung mengalami mukasyafah.
Mata batinnya memasuki dimensi alam lain.
Api menggelegak dan menyala hingga hitam pekat.
Rintihan dan jeritan manusia yang malaikat bakar hidup-hidup juga tak mampu melelehkan hati malaikat.
Di sana, tampak wajah Harvey, wajah pengoplos Pertamax, wajah Ambo, dan semua penjahat dari negeri sebelah.