DiksiNasi, Bandung – Institut Teknologi Bandung (ITB) sedang menjadi sorotan setelah munculnya kebijakan terkait kewajiban kerja paruh waktu bagi penerima beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang menilai bahwa hal tersebut merupakan bentuk komersialisasi pendidikan.
Kerja Paruh Waktu Syarat Beasiswa
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan bahwa kewajiban mahasiswa untuk bekerja paruh waktu sebagai syarat mendapatkan beasiswa adalah tindakan yang tidak adil.
“Beasiswa adalah hak mahasiswa, bukan kemurahan hati pemerintah atau kampus. Kewajiban ini memperjelas orientasi kampus yang cenderung ke arah komersialisasi pendidikan,” ujarnya. Kamis, (26/09/2024).
Kerja Paruh Waktu Bentuk Perbudakan Modern
Dalam Peraturan Rektor ITB Nomor 316/ITl.NPER/2022, pasal 5 ayat 4 c dan d menyebutkan adanya kewajiban kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima beasiswa.
JPPI menganggap ini sebagai bentuk perbudakan modern yang harus dihindari.
“Kewajiban bekerja tanpa upah adalah bentuk perbudakan. Tugas mahasiswa adalah belajar, bukan bekerja untuk menutupi biaya pendidikan,” tambah Ubaid.
Kebijakan ini sempat memicu protes dari mahasiswa ITB, yang merasa bahwa kewajiban tersebut memberatkan.
Keluarga Mahasiswa ITB menyatakan keberatan atas kewajiban tersebut, menganggapnya tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang seharusnya.
Cerita Mahasiswa Tentang Kerja Paruh Waktu
Sejumlah mahasiswa ITB membagikan pengalaman mereka tentang bekerja paruh waktu di kampus. Sesar Intan, seorang mahasiswi Seni Rupa, menceritakan bahwa dia menjadi asisten dosen untuk menambah uang jajan.
Namun, gaji yang dia terima lebih rendah dari ekspektasi.