Adeng Bustomi, Korlap Aksi, menyuarakan keprihatinannya terhadap beberapa pasal kontroversial dalam revisi tersebut.
“Pasal yang multitafsir ini bisa menjadi alat kekuasaan untuk membungkam pers,” katanya.
Adeng menyoroti Pasal 50B Ayat 2 Huruf K, yang melarang penayangan konten yang dianggap mengandung berita bohong, fitnah, atau pencemaran nama baik, yang dapat disalahgunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis.
Tuntutan Para Demonstran
Dalam aksi tersebut, para jurnalis dan mahasiswa menyampaikan delapan tuntutan utama, termasuk:
1. Penolakan tegas terhadap draf RUU Penyiaran versi Maret 2024.
2. Desakan agar DPR melibatkan masyarakat, organisasi jurnalis, dan Dewan Pers dalam perancangan RUU.
3. Penghapusan pasal-pasal yang berpotensi melanggar kebebasan pers dan hak publik atas informasi.
4. Perlindungan terhadap kebebasan pers dan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan.
Yosep juga menekankan bahwa RUU Penyiaran harus melibatkan partisipasi publik untuk menghindari penolakan dari berbagai pihak.
“Mengatur karya jurnalistik harus melibatkan organisasi jurnalis, dewan pers, serta aktivis HAM dan kebebasan ekspresi,” tegasnya.
Tak Satupun Anggota Dewan Menampakkan Batang Hidungnya
Aksi protes ini berkahir seiring berkumandangnya adzan Ashar, dan para demonstran pun berangsur membubarkan diri.
Namun, hingga mereka bubar, tidak satu pun anggota dewan yang menemui para demonstran.
“Sungguh mengecewakan, kenapa para anggota dewan yang terhormat seperti enggan menghadapi kami?” teriak seorang demonstran.
Aksi ini semoga dapat menggalang dukungan lebih luas dari masyarakat dalam menolak revisi RUU Penyiaran yang merugikan kebebasan pers di Indonesia.