Serat Optik Jadi Jerat: Akuntabilitas Digitalisasi Pemprov Kalbar Dipertanyakan

Proyek ini awalnya digelar untuk membangun konektivitas digital bagi 50 organisasi perangkat daerah (OPD) dengan nilai anggaran mencapai Rp5,7 miliar.

Pembelaan Hukum dan Pertanyaan yang Menggantung

Kuasa hukum tersangka S, Herawan Utoro, menolak tudingan tersebut.

Ia menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya tidak dengan penjelasan konkret mengenai perbuatan pidana yang terjadi.

“Jaksa hanya menyebut harga barang terlalu mahal menurut penilaian BPKP. Tapi bagaimana bisa menganggap harga mahal tanpa dasar pembanding yang jelas?” ujarnya mempertanyakan.

Herawan juga mengklaim bahwa kliennya tidak memahami alasannya menjadi tersangka, dan hingga kini belum mendapatkan penjelasan lengkap terkait konstruksi hukum tuduhan korupsi tersebut.

Evaluasi Digitalisasi dan Tata Kelola

Kasus ini membuka kembali pertanyaan mendasar tentang kesiapan birokrasi daerah dalam mengelola proyek digitalisasi secara akuntabel.

Pengawasan publik terhadap proyek strategis pemerintah yang menggunakan dana miliaran rupiah menjadi semakin penting di tengah meningkatnya alokasi belanja untuk sektor teknologi informasi.

Kejari Pontianak menegaskan bahwa penyidikan berlangsung setelah memenuhi syarat dua alat bukti yang sah, termasuk keterangan ahli, saksi, serta dokumen pendukung.

“Ini bukan hanya soal serat optik, tapi soal akuntabilitas penggunaan uang rakyat,” tegas Dwi.

Kini, sambil menanti pembuktian di persidangan, kasus ini menjadi pengingat penting bahwa transparansi bukan hanya jargon digital.

Lebih dari itu, menjadi praktik nyata yang wajib berjalan di setiap instansi—dari hulu perencanaan hingga hilir pelaksanaan.