Recehan yang Mengubah Wajah Ciamis: Ketika Zakat Menyulut Solidaritas Warga

Di Ciamis, uang lima ratusan bukan lagi sekadar kembalian belanja. Di tangan Baznas, receh-receh itu menjadi pemantik perubahan sosial yang nyata di pelosok desa.

banner 468x60

DiksiNasi, Ciamis – Sebuah perubahan perlahan tapi pasti tengah menyusup ke kampung-kampung di Kabupaten Ciamis.

Bukan karena proyek besar pemerintah atau bantuan dari luar negeri.

Tapi lewat program sederhana: Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang digulirkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Ciamis.

Di Dusun Cisaar, Desa Kertahayu, Kecamatan Pamarican, warga menyaksikan sendiri bagaimana satu rumah reyot milik buruh harian bernama Nardi bisa menjadi pusat dari gerakan sosial yang lebih luas.

“Baznas cuma kasih Rp10 juta,” kata Kepala Dusun setempat, sambil menunjuk fondasi rumah baru yang tengah dalam proses pembangunan.

“Tapi justru dari situ warga jadi bergerak. Kami semua ikut patungan, gotong royong, ada yang nyumbang tenaga, ada yang nyumbang material.”


Dari Sedekah Kecil Menjadi Simbol Besar

Program Rutilahu Baznas memang bukan proyek dengan anggaran raksasa.

Tahun 2024 lalu, Baznas Ciamis membangun 140 rumah, masing-masing hanya memiliki dana sebesar Rp10 juta.

Tapi justru keterbatasan itu yang melahirkan inisiatif kolektif dari warga.

Tahun ini, target meningkat menjadi 150 rumah.

“Bukan besar-kecilnya dana, tapi besar-kecilnya partisipasi,” ujar H. Lili Miftah, Ketua Baznas Kabupaten Ciamis, di kantornya. Selasa, (06/05/2025).

H. Lili menyebut, sistem penyaluran bantuan tidak langsung kepada penerima, melainkan melalui panitia lokal.

Tujuannya jelas: membangun rasa tanggung jawab bersama.

Model ini terbukti berhasil.

Di beberapa desa lain, rumah-rumah yang semula miliki target berbiaya Rp20 juta justru rampung dengan nilai hingga Rp100 juta lebih, berkat sumbangan warga dan elemen desa.

“Rumah Pak Nardi di Cisaar contohnya. Tanahnya hibah dari keluarganya, bangunannya hasil gotong royong, dan sekarang masyarakat di sini jadi lebih peka terhadap sesamanya,” ucap Lili.


Warga Menjadi Aktor Utama

Efek domino dari program Rutilahu tidak sekadar terlihat dalam wujud rumah-rumah baru.

Yang lebih penting, kata Lili, adalah tumbuhnya kesadaran kolektif akan pentingnya berbagi dan peduli.

Di desa-desa penerima bantuan, RT, RW, hingga karang taruna mulai aktif membentuk tim kerja.

Warga saling bahu-membahu, bukan karena diwajibkan, tapi karena merasa ikut memiliki.

Fenomena ini, Lili sebut sebagai “zakat berbasis empati lokal.”

Artinya, dana zakat bukan hanya tersalurkan, tapi juga bertumbuh dalam semangat gotong royong.

“Kadang bukan uang besar yang mengubah hidup seseorang, tapi tangan-tangan kecil yang saling menjangkau,” katanya.

banner 336x280