Ciamis Ramah Anak tapi Pernikahan Anak Masih Marak

banner 468x60

DiksinasiNews.co.id, DIKSI KOGNISI –  Pernikahan dini atau pernikahan anak di bawah umur, merupakan fenomena sosial yang seringkali terjadi. Dengan berbagai faktor penyebab, salah satunya adalah faktor kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan remaja yang terlalu bebas. Selain itu karena faktor tradisi, budaya dan bahkan agama.

Pernikahan anak usia di bawah umur, juga bukan hanya soal melanggar aturan. Tentunya bakal banyak imbas buruk yang terjadi. Bahkan keluarga baru itu memikul beban yang seharusnya belum mereka hadapi.

banner 336x280

Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Jabar) daerah yang memang tak seberkembang kota atau kabupaten lainnya, isu ini masih menjadi masalah yang belum teratasi.

Seperti yang dialami Icha (17) (bukan nama sebenarnya) lahir sebagai anak semata wayang, yang dibesarkan oleh sosok orang tua yang mempunyai taraf hidup jauh dari kata berkecukupan. Ayah dan Ibunya hanya mengandalkan buruh tani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Melantunkan shalawat nabi dengan maksud menidurkan anak sekira usia 16 bulan, ruang kosong dalam diri Icha sedikit terisi oleh kehadiran buah hati dan laki-laki yang menjalin kasih dengannya. Icha menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang di rumah kontrakan berukuran 3×4 meter, yang sudah mereka tinggali sejak 2019.

Hari demi hari, Icha lalui dan ia merasakan kenyamanan dengan pria yang dikenalnya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Namun ruang nyaman tersebut menjelma menjadi persoalan pelik, manakala Icha harus mulai menanggung risiko kehilangan waktu bermainnya, dan harus mulai mengatur keuangan menjadi seorang Ibu rumah tangga di usia belia.

Sehingga tibalah nasib nahas menerpanya. Di usia 15 tahun, Icha harus kehilangan masa mudanya dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan lebih lanjut. Icha dinikahkan orang tuanya dengan kekasihnya.

Alasan orang tua Icha menikahkannya adalah karena faktor budaya dan tradisi. Orang tua Icha ketakutan dengan yang namanya perzinahan. Alhasil, kekasihnya pun ditantang untuk membuktikan keseriusannya, hingga lelaki yang pada saat itu berusia 20 tahun itu pun memenuhi permintaan orang tua Icha, untuk mempersuntingnya secepatnya. Jika dalam istilah sunda dikenal dengan sebutan :

  “ditarik kawin”.

 

“Iya, suami saya ditarik kawin (dipaksa untuk menikahi) sama orang tua saya. Kemudia tak lama dia dan orang tuanya datang untuk melamar,” terang Icha.

Akhirnya Icha dan suaminya menikah pada Maret 2019. Mereka menempuh biduk rumah tangga dengan jalan nikah sirih. Icha berusia 15 tahun, sedangkan suaminya berusia 20 tahun.

“Akhirnya nikah siri dan belum diresmikan secara negara. Waktu itu dinikahkannya pakai wali hakim, yang menghadiri juga cuman keluarga saja, dan sekarang tinggal sama suami aja,” jelas Icha sambil menidurkan anaknya.

Icha dan suaminya, Toyib (nama samaran), mulai membangun kehidupan rumah tangga dengan mengandalkan penghasilan Toyib sebagai pekerja bangunan. Icha mendapat uang belanja Rp 500 ribu setiap minggunya. Penghasilan yang bisa dibilang minim itu membuat Icha kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Jadi 500 ribu itu sudah harus sama masak, jajan anak, terus beras juga sama anak yang kecil pempers, termasuk rokok terus segala macem,” kata Icha, Rabu (14/12/2022).

Sempat terlintas di pikiran Icha untuk membantu perekonomian keluarganya. Terlebih lagi tanggung jawab Icha untuk memomong si Kecil cukuplah berat. Anak Icha masih bayi sehingga membutuhkan perhatian yang ekstra.

“Saat ini belum bisa ninggalin anak, kalau harus bekerja,” tandasnya.

Pernikahan yang belum tercatat di catatan sipil terus mengganggu pikirannya. Icha mengkhawatirkan hak anaknya tidak bisa dipenuhi karena persoalan administrasi kelak. Situasi itu memunculkan keinginan untuk segera meresmikan pernikahannya. Namun keinginan itu terkendala biaya.

“Harus ada uang dulu satu juta katanya kalau mau nikah resmi, kata pihak yang di sini, nantinya langsung dapat buku nikah,” katanya dengan ekspresi wajah yang pilu.

Nominal uang sebesar itu, bagi Icha dan Suaminya terlalu besar, apabila hanya digunakan untuk membuat buku nikah. Icha dan suami lebih mengutamakan kebutuhan pokok untuk sehari-hari. Terlebih, saat ini amaknya menggunakan susu formula akibat air susu ibu (ASI) nya Icha bermasalah dan tidak dapat menyusui anaknya dengan ASI.

“Mending dibeliin susu anak saya dan buat kebutuhan sehari-hari, ujarnya.

banner 336x280