-
Pernah menjadi pengurus di tingkat yang sama atau dua tingkat di bawahnya (kecuali untuk pengurus cabang dan ranting).
-
Berdomisili atau bekerja di wilayah pengurus yang dituju.
-
Tidak merangkap jabatan di struktur organisasi lain.
-
Tidak menjabat lebih dari dua periode berturut-turut pada posisi yang sama.
Tahapan Pemilihan Pengurus Besar
-
Usulan Nama Calon
Nama calon diusulkan oleh pengurus PGRI kabupaten/kota. Calon bisa berasal dari wilayah mana saja, namun harus memiliki rekam jejak kepengurusan yang sesuai jenjang. -
Verifikasi dan Penetapan
Nama-nama yang diusulkan diverifikasi oleh panitia pemilihan dalam kongres. Setelah itu, disahkan dalam pleno dan menjadi calon tetap selama satu periode masa bakti. -
Pemilihan Formatur
Pemilihan berlangsung secara bertahap: F1 untuk Ketua Umum, F2 untuk tujuh Ketua, dan F3 untuk Sekretaris Jenderal. Ketiganya bertindak sebagai formatur yang menyusun struktur pengurus besar. -
Pelantikan
Susunan pengurus hasil formatur langsung disahkan dan diambil sumpahnya di hadapan peserta kongres.
Kelebihan dan Kelemahan Sistem PGRI
Sistem bottom-up yang PGRI tetapkan, memiliki kelebihan signifikan:
-
Menjaga Integritas Organisasi
Hanya mereka yang berpengalaman dan dikenal baik yang dapat dicalonkan, sehingga meminimalisasi infiltrasi kepentingan politik luar. -
Menekan Politik Uang dan Kampanye
Tidak adanya deklarasi terbuka dan kampanye calon menghindarkan organisasi dari praktik transaksional. -
Menjamin Keberlanjutan Organisasi
Tidak terjadi perombakan total dalam setiap periode, sehingga kesinambungan program lebih terjaga.
Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan:
-
Kurangnya Keterbukaan bagi Anggota Baru
Anggota baru atau muda sulit menjangkau posisi strategis karena belum memiliki rekam jejak. -
Keterbatasan Pilihan Tokoh
Anggota tidak bisa memilih tokoh populer yang tidak masuk dalam daftar calon tetap.
Menjaga Marwah Organisasi Profesi
Dengan mekanisme pemilihan yang ketat dan sistem bottom-up, PGRI menunjukkan komitmennya dalam menjaga marwah organisasi profesi yang bebas dari intervensi politik dan kepentingan sesaat.
Proses ini tidak hanya menjamin regenerasi kepemimpinan yang sehat, tetapi juga memperkuat posisi PGRI sebagai organisasi yang tumbuh bersama aspirasi guru di seluruh Indonesia.