CWPG Didik Pesilat Tangguh, Cerdas, dan Rendah Hati “Teu adigung ku adiluhung, teu balaga ku pangabisa”

Strategi Cikalong dan Durabiliti Cimande Menjadi Dasar Setiap Jurus CWPG

banner 468x60

CWPG Gabungkan Dua Kekuatan

CWPG mengadopsi teknik jatuhan dan bantingan dari Cikalong, lalu mengombinasikannya dengan sapuan kaki serta serangan keras khas Cimande.

“Kenapa digabungkan? Karena kami ingin atlet tidak hanya mengandalkan kekuatan, tapi juga berpikir pintar. Kasarnya, kalau ada yang mukul, untuk apa dibenturkan kalau kita bisa menghindar sambil menyerang? Itu lebih efisien dan efektif,” jelas Juli.

Dengan kombinasi ini, pesilat CWPG bisa menyerang dan bertahan dengan efektif, sekaligus menyesuaikan strategi sesuai gaya bertarung lawan.


Latihan Teknis, Mental, dan Filosofi

CWPG tidak hanya mengasah kemampuan fisik, tetapi juga membentuk mental dan kecerdasan taktis.

Juli menegaskan bahwa penguasaan Cimande dan Cikalong memerlukan latihan rutin, ketahanan fisik, serta kemampuan membaca pola serangan lawan.

“Kalau cuma keras tapi tidak pintar, bisa habis tenaga sebelum pertandingan selesai. Tapi kalau pintar tanpa kekuatan, sulit menjatuhkan lawan. Harus seimbang,” tegasnya.

Filosofi “Teu adigung ku adiluhung, teu balaga ku pangabisa” selalu melekat dalam setiap sesi latihan, mengingatkan pesilat bahwa silat adalah seni, bukan sarana kesombongan.


Lahirkan Atlet Berprestasi

Metode latihan dan filosofi CWPG telah melahirkan atlet berprestasi di tingkat daerah, provinsi, hingga nasional.

Pesilat CWPG dikenal adaptif, disiplin, dan mampu menghadapi berbagai karakter lawan di arena.

“Silat itu bukan sekadar adu kekuatan, tapi seni membaca lawan dan mengatur strategi. Kalau bisa memadukan kerasnya Cimande dan liciknya Cikalong, kita punya pesilat yang komplet,” tutup Juli.

banner 336x280