Pengetatan Efisiensi Anggaran
Pemerintah pusat di Batavia semakin ketat dalam menerapkan efisiensi anggaran.
“Sumuhun, Kanjeng Prebu. Manawi naon anu tiasa dibantos?” jawab Mama Rohel.
“Negeri kita butuh dana, Mama. Kita perlu banyak terobosan dan investasi agar pembangunan bisa terus berjalan,” timpal Kanjeng Prebu.
Sudah lama Kanjeng Prebu tidak menyetor upeti ke Batavia. Dahulu, upeti itu legal dan tidak mengganggu keuangan daerah. Namun kini, Batavia terus meluncurkan program yang menyedot anggaran daerah. Uang hanya berputar di kalangan pembesar Batavia.
Di tengah suasana Nuzululqur’an, Kanjeng Prebu dan Mama Rohel tampak serius berdiskusi. Konon, akibat efisiensi anggaran, beberapa program syiar Islam juga akan dihapus.
“Mama, sebenarnya anggaran hibah dan bansos murni untuk menjaga interaksi pemerintah dengan masyarakat. Jika anggaran ini dihapus, dua tahun puasa tanpa hibah dan bansos mungkin bisa menstabilkan keuangan daerah,” ungkap Kanjeng Prebu.
“Wah, ini bisa memicu gejolak, Kanjeng Prebu. Beberapa organisasi Islam pasti akan protes, dan negeri kita akan kehilangan banyak kegiatan,” ujar Mama Rohel.
Mama Rohel membayangkan dampaknya. Tanpa bantuan hibah dan bansos, Kampung Cikarohel akan sunyi. Tidak ada lagi gebyar Rajaban dan Maulid. Madrasah TPA terhenti. Guru-guru ngaji mogok mengajar. Bayangan buruk lainnya pun muncul di benaknya.
“Kanjeng Prebu, sebaiknya tetap mempertahankan program hibah dan bansos. Mama setuju jika menghapus dana mbokir, karena hanya segelintir orang yang menikmatinya. Mafia anggaran Mbokir (mbok kikir) itu hanya menjadi bancakan oknum tertentu,” usul Mama Rohel.
Kanjeng Prebu hanya tersenyum kecut. Ia sudah bisa membayangkan wajah bos Mbokir yang pasti akan melotot mendengar wacana itu.
“Itu semua tergantung itikad politik di sebelah pendopo, Mama. Sekarang, kita harus mencari cara untuk menggali potensi pendapatan daerah agar negeri kita tidak bangkrut,” ucap Kanjeng Prebu, menutup obrolan dengan Mama Rohel.