Part 126: Masjid Diror, Ibadah tapi Berkonflik

Sejak Keraton Kesultanan kehilangan fungsinya, mendadak muncul takmir masjid yang angkuh dan jumawa.

banner 468x60

Sepasang mata tajam mengawasi.

Mang Ocit, sang marbot, tanpa basa-basi mendekati Dodo dan mengayunkan pecut lidi kawung.

Cepret!

“Jang, bangun! Kamu tahu tidak kalau di sini tidak boleh tidur? Ini tempat ibadah, bukan tempat tidur! Hati-hati, jangan sampai mengotori karpet, itu najis, Jang!” seru Mang Ocit.

Dodo terkejut dan segera bangkit.

Ia langsung menanggapi ucapan Mang Ocit dengan nada tak kalah tegas.

“Melarang tidur di masjid itu bid’ah! Tidak ada dalilnya dari Kanjeng Nabi Muhammad. Kenapa takmir masjid berani-beraninya melarang jamaah tidur di masjid, Mang? Apakah mereka lebih berilmu daripada Kanjeng Nabi?” balas Dodo sengit.

“Punten, Jang. Saya hanya orang kecil. Tapi di balik aturan itu ada ijtihad Mama Gempur, seorang ulama yang terkenal dengan fatwanya di kampung ini,” jawab Mang Ocit.

Mama Rohel Menengahi Perdebatan

Dari kejauhan, Mama Rohel juga melihat Dodo berdebat dengan marbot masjid.

Ia pun berjalan mendekati mereka untuk melerai.

“Do, hormati aturan dari DKM. Biarkan Mang Ocit menjalankan tugasnya. Fatwa yang melarang tidur di masjid mungkin bertujuan agar karpet tetap bersih dari air liur yang bisa menajiskan. Fatwa itu mungkin benar, tetapi belum tentu maslahat dalam hubungan antarsesama. Jamaah bisa tersinggung jika mendapat teguran karena sekadar berbaring di masjid,” ujar Mama Rohel.

Ia melanjutkan nasihatnya.

“Do, takmir masjid yang melarang tidur di masjid kemungkinan besar juga tidak pernah merasakan indahnya masa kecil di lingkungan masjid. Mereka tidak mengalami bermain dan berlarian di masjid. Mereka juga tidak merasakan tidur di masjid tanpa bantal dan karpet empuk. Sudah saatnya takmir masjid yang angkuh dan membuat resah jamaah,” pungkas Mama Rohel.

Percakapan pun berakhir. Setelah bersalaman dan meminta maaf kepada Mang Ocit, Mama Rohel, Samsul, dan Dodo meninggalkan masjid.

banner 336x280

Komentar