DiksiNasi, Cikarohel – Inilah satu-satunya kampung yang paling rukun meski memiliki cara berbeda dalam menyembah Tuhan.
Islam dan Kristen hidup berdampingan dan bersaudara tanpa saling menyakiti.
Kampung ini menjadi ikon kerukunan umat beragama karena nilai-nilai toleransi dijunjung tinggi.
Mama Rohel beserta beberapa ajengan dan santri hari ini akan berkunjung ke Kampung Susuru.
Memang, selalu ada perdebatan tentang bolehkah mengucapkan selamat Natal kepada saudara umat Kristen.
Mama Rohel termasuk ulama yang menjaga harmoni antarumat.
Maka dari itu, Mama Rohel tidak mengharamkan ucapan Natal selama tidak ikut ritual ibadah misa di gereja.
“Abah tidak melarang ucapan selamat Natal di luar hari-H dan saat ibadah misa di gereja. Mengucapkan selamat pada hari raya keagamaan itu boleh, selama akidah dijaga,” ujar Mama Rohel membuka obrolan pagi sebelum berangkat ke Kampung Susuru.
Ditemani kopi khas Gunung Sawal, para tamu rombongan Safari Kerukunan Umat Beragama menikmati indahnya Kampung Cikarohel.
Tentu saja, humor-humor khas Sufi dari Mama Rohel turut mencairkan suasana.
Ajengan Mukri terlihat sumringah karena hari ini ia baru saja menjadi saksi syahadat seorang mualaf.
Sambil menyeruput kopi, Mama Rohel melanjutkan kisah tentang Kampung Susuru.
Sambil menghisap cerutu nomor wahid, dan ia kembali bercerita.
“Kampung ini satu-satunya yang melawan ikon. Islam dan Sunda itu senyawa, tapi di kampung ini terbalik. Kristen dikawinkan dengan tradisi Sunda. Panjang ceritanya,” kata Mama Rohel.
“Bagaimana awalnya, Bah?” tanya Ajengan Mukri penasaran.
“Kala itu, pada masa rezim Orde Baru, salah satu pimpinan agama Sunda Wiwitan, Mad Rais, mendapat pengejaran dari pasukan rezim. Agama Sunda Wiwitan tidak mendapat pengakuan sebagai agama resmi negara. Terdesak oleh pilihan yang sulit, akhirnya Mad Rais memilih agama Kristen,” tambah Mama Rohel.
Sejak saat itu, para penganut agama Sunda Wiwitan memeluk agama Kristen.
Tentu saja, ada yang Katolik juga karena beberapa anak cucu tokoh Kristen di Susuru bersekolah di Vatikan.