Kampung Cikarohel mendadak mendung.
Petir menyambar pepohonan.
Tanda-tanda alam mulai terlihat, tetapi wahyu keprabon juga belum nampak.
Ini akan menjadi isu yang terus digoreng oleh penduduk negeri Kanjeng Prebu.
“Sebaiknya kita sama-sama bermunajat kepada Allah SWT agar siapa pun yang duduk di kursi kosong itu adalah yang terbaik bagi umat. Maslahat dan membawa keberkahan,” imbuh Mama Rohel.
Entah ini kutukan alam atau memang penduduk negeri Kanjeng Prebu yang juga pesimistis atau tidak punya inisiatif.
Kemajuan Kota Galuh ternyata hanya terjadi pada masa Kanjeng Prebu Adipati Kusumadiningrat.
Setelah itu, semua Adipati hanya meneruskan tanpa membangun peradaban yang lebih maju.
“Siapa pun yang memimpin negeri Kanjeng Prebu tidak bisa melebihi prestasi Adipati Kusumadiningrat. Alun-alun kota itu wakaf dari Adipati Kusumadiningrat. Mana ada Adipati berikutnya yang mewakafkan hartanya untuk kepentingan publik,” ujar Mama Rohel sembari menutup obrolan pagi.
Raden Otoy dan Kang Mas Jolang juga berpamitan sambil memikirkan sindiran tentang kisah Adipati Kusumadiningrat.
“Bisakah kami melanjutkan presentasi para pendiri Keadipatian Galuh?” gumam Kang Mas Jolang dalam hati.