“Bah, kenapa di negeri kita ini banyak yang bilang serba abu-abu dan tanpa kepastian? Adakah yang salah, Bah?” ujar Hendrick sambil menyeruput kopi.
Sambil tersenyum terkekeh, Mama Rohel menjawab, “Bagaimana bisa tegas dan pasti, Jang? Setiap kali kita bersikap idealis dan menegakkan keadilan, di sana ada banyak saudara kita. Salah dan benar itu hanya di permukaan, tapi saat kita mempertegasnya, akan menimbulkan rasa tidak enak terhadap saudara kita.”
Tata Cara Hidup Mahluk Sosial
Hendrick masih termangu mendengar jawaban Mama Rohel.
Mama Rohel kembali menyeruput kopi dan menghisap cerutu.
“Kalau mau hidup nyaman, Jang, jangan tampakkan sikapmu apa adanya. Hirup kudu tarapti menata diri, berucap, dan berpikir. Di negeri ini, apa pun yang kita kritik akan menimpa saudara kita. Hadé goréng ogé dulur, sok sing bisa akur jeung dulur,” ujar Mama Rohel.
Hendrick kembali menimpali. “Lalu, bagaimana kita menegur saudara kita yang salah, Bah? Apa harus menunggu kutukan alam dulu baru dulur urang sadar?”
Mama Rohel menjawab, “Salah dan benar itu juga hakikatnya ada yang mengatur. Kadang, kita tidak punya kendali atas takdir salah dan benar. Makanya Al-Qur’an memberikan tuntunan: tegurlah saudaramu dengan kata-kata anu merenah (maungidhoh hasanah). Kita juga harus bijak, Jang. Perkaya sudut pandang kita dalam melihat salah dan benar.”
Hendrick mulai paham. Mama Rohel pun bertanya, “Ada kabar apakah di negeri sebelah sehingga darahmu seperti menggelegak?”
Hendrick, sambil menarik napas berat, menjawab, “Begitu banyak dulur yang mengelola negeri ini dengan ugal-ugalan tapi konstitusional, Bah. Kalau mau membuat kebijakan yang salah, buatlah dulu undang-undangnya, sehingga tidak nampak salah. Bahkan jika ada kerugian negeri, tidak dianggap korupsi, Bah. Abdi geregetan, Bah.”
Matahari pun mulai terlihat.
Tidak terasa, diskusi Mama Rohel dan santrinya, Hendrick pun harus berakhir.
“Begini, Jang. Buah yang sudah masak tak perlu kita petik, ia juga akan jatuh dengan sendirinya. Itu filsafat Galuh ketika kita tidak mampu meluruskan saudara kita yang salah. Kitu ceuk Abah mah,” pungkas Mama Rohel.