Kontroversi PP 28/2024 Menurut Andi Ali Fikri: Ambigu Antara Langkah Preventif dan Bisnis Alat Kontrasepsi

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024: Kontroversi Penafsiran dan Dampaknya pada Kesehatan Reproduksi Remaja

banner 468x60

Hal ini menjadi penting, untuk memastikan bahwa peraturan ini tidak hanya memikirkan aspek medis.

Lebih jauh dari itu, juga memperhatikan norma-norma sosial, budaya, dan pendidikan.

banner 336x280

Perbedaan Pendapat

Deni Wiranda, praktisi dari Gerakan Anti Nikah di Bawah Umur (Ganbu) mengutarakan pendapatnya.

Dia, menyebut bahwa peraturan ini dapat menjadi kontraproduktif jika tidak mendapat penanganan yang baik.

“Fakta bahwa alat kontrasepsi menjadi fokus utama untuk remaja yang sudah menikah bisa menimbulkan kesan bahwa negara mendorong penggunaan alat kontrasepsi sebagai solusi tunggal,” kata Deni. Selasa, (20/08/2024).

Ia juga menyoroti bahwa UU Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan batas usia minimal perkawinan di Indonesia adalah 19 tahun.

Namun, realita menunjukkan bahwa ada remaja yang menikah di usia lebih muda, bahkan 15 tahun.

“Ini akan menjadi masalah ketika usia remaja yang belum matang sudah mendapat arahan pada penggunaan alat kontrasepsi. Padahal, masih ada banyak aspek lain yang harus mendapat perhatian. Contohnya, seperti pendidikan dan sosialisasi di tingkat keluarga dan sekolah,” jelas Deni.

Kritik terhadap Interpretasi

Kedua narasumber sepakat bahwa peraturan ini membutuhkan kajian lebih mendalam, terutama dalam hal interpretasi dan penerapan di lapangan.

Mereka juga mengingatkan agar tidak terjadi kesalahan tafsir yang bisa berujung pada kepentingan bisnis, terutama terkait distribusi alat kontrasepsi.

Kontroversi PP 28/2024 menunjukkan betapa pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam menyusun kebijakan yang menyangkut masa depan generasi muda.

Tanpa pemahaman yang komprehensif, peraturan ini berpotensi menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks di masyarakat.

banner 336x280