Ketika Demokrasi Dirudapaksa oleh Tafsir Sepihak Mahkamah Konstitusi

Keputusan yang final dan bulat penting untuk mencegah kebingungan tafsir dan konflik legitimasi.

Meski demikian, putusan yang bulat sekalipun tidak boleh keluar dari batas kewenangan.

Tidak ada satu pun alasan hukum yang membenarkan MK memutuskan hal-hal yang menjadi domain MPR, DPR, atau KPU.

MK adalah lembaga yudikatif bukan legislatif, bukan eksekutif, dan bukan pula konstituante.

MK dibentuk berdasarkan undang-undang yang dibuat DPR, dan tidak memiliki kewenangan untuk melangkahi lembaga-lembaga lain yang menjadi pilar kedaulatan rakyat.

Kini, berbagai partai politik, termasuk Partai Golkar dan Partai NasDem, telah menyatakan penolakan tegas terhadap arah putusan MK yang dianggap menyimpang.

Mereka tidak hanya menyoroti substansi putusan, tetapi juga memperingatkan adanya penyimpangan prinsipil terhadap sistem ketatanegaraan kita.

Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap peran, fungsi, dan batas kewenangan MK. Undang-undang yang mengatur MK perlu direvisi.

Mekanisme kontrol terhadap tafsir sepihak harus diperkuat. Dan yang paling penting, rakyat harus bersuara, tidak ada satu pun lembaga negara yang boleh mencuri hak dan suara rakyat atas nama hukum.

 

Catatan Redaksi: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. Segala analisis dan pandangan yang disampaikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, dan tidak mewakili sikap redaksi.

Penulis: Fahmi Guna Priono