DiksiNasi, CIAMIS – Ribuan kursi guru di Kabupaten Ciamis saat ini kosong, memicu kekhawatiran akan merosotnya kualitas pendidikan di daerah tersebut.
Data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) mencatat, kekurangan guru pada 2025 mencapai 2.408 orang di seluruh jenjang, mulai dari guru pertama hingga guru madya.
Kondisi ini tidak hanya soal angka.
Di lapangan, sekolah-sekolah harus berbagi tenaga pendidik, bahkan ada yang kehilangan empat guru sekaligus dalam satu tahun ajaran.
Kekosongan ini kerap ditutup dengan penugasan ganda, membuat beban kerja guru meningkat dan efektivitas pengajaran menurun.
Distribusi Tak Merata dan Masalah Pemetaan
Masalah distribusi guru di Ciamis ibarat “benang kusut” yang belum berhasil terurai.
Pemerhati pendidikan, Dedi Setiabudi, S.H., menilai pemetaan kebutuhan guru selama ini belum optimal, sehingga guru menumpuk di wilayah kota sementara desa-desa kekurangan tenaga pendidik.
“Pemetaan itu harus jelas, sekolah mana yang kelebihan dan sekolah mana yang kekurangan, sehingga pemerataan pendidikan benar-benar terasa di seluruh wilayah, bukan hanya kota,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Tanpa distribusi yang adil, ketimpangan mutu pendidikan akan semakin tajam.
Sekolah di desa terpaksa mengurangi variasi mata pelajaran, sementara sekolah di kota memiliki sumber daya berlebih.
Dugaan “Titipan” yang Menggerus Integritas
Selain persoalan distribusi, bayang-bayang praktik “titipan” dalam penempatan guru juga menjadi sorotan.
Dedi mengingatkan Dinas Pendidikan agar tidak tunduk pada intervensi pejabat atau anggota DPRD dalam menentukan lokasi penugasan guru ASN maupun PPPK.
“Kekurangan guru akan mengganggu ritme proses belajar mengajar. Kalau pondasinya belum kuat, sulit mencetak generasi emas di masa depan,” tegasnya.
Praktik semacam ini berpotensi memperparah ketimpangan, karena penempatan tidak lagi berbasis kebutuhan riil, melainkan kepentingan tertentu.
Komentar