“Aktivitas keterlibatan penyewa meliputi pengumpulan data energi dan keberlanjutan, perilaku penyewa, dan panduan perbaikan,” te-gas Aldi.
Butuh Insentif
Jika industri realestat lebih bergantung pada energi terbarukan, maka hal itu akan mendorong Indonesia untuk mengonsumsi teknologi yang lebih mahal daripada negara maju.
Secara realistis, mengingat biaya teknologi yang mahal, kombinasikan dengan mata uang yang terus merosot lebih rendah, maka negara-negara berkembang akan berada dalam posisi yang sulit untuk mengurangi emisi karbon dari industri realestat dan konstruksi mereka.
Komitmen terhadap emisi nol bersih juga membutuhkan banyak pendanaan, pembiayaan ini tidak murah.
Ada dua hambatan utama yang harus dihadapi negara berkembang ketika menghitung bagaimana mengurangi emisi energi.
Pertama adalah lingkungan suku bunga tinggi, dan kedua adalah mata uang yang terdepresiasi. Tanpa manfaat nyata dan lang-sung, seperti harga sewa yang lebih tinggi atau kemampuan untuk menarik penyewa kelas A, maka biaya pendanaan akan menghalangi pemilik realestate untuk memperbaiki kualitas bangunan mereka.
“Karena itu, kebijakan pemerintah merupakan landasan yang perlu untuk mendukung inisiatif,” kata Aldi.
Sementara untuk proyek pembangunan baru, pemerintah perlu mengizinkan pembangunan dengan kepadatan yang lebih tinggi, asalkan pengembang merancang bangunan mereka untuk memenuhi persyaratan bangunan hijau.
Sumber Berita: http://rei.or.id/newrei/berita-industri-properti-di-indonesia-sulit-kurangi-jejak-karbon-ini-solusinya.html#ixzz7l5XwVI12
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives