Nasi Kuning Mang Aji, Penyelamat Lapar Tengah Malam Warga Ciamis

Lampu Kota Redup, Pelanggan Tetap Berburu Nasi Kuning Mang Aji

Mahasiswa Memburu Porsi Besar

Kalangan kampus ikut meramaikan antrean. Dian (23), mahasiswa tingkat akhir, tersenyum puas saat menerima dua bungkus nasi untuk dirinya dan temannya.

“Rasa enggak pernah berubah. Porsinya bikin kenyang, cocok buat begadang ngerjain skripsi,” ucapnya.

Testimoni itu menjelaskan mengapa lebih dari 100 porsi ludes saban malam.

Harga Bersahabat, Rasa Tradisional

Mang Aji menjaga konsistensi bumbu racikan warisan keluarga.

Ia hanya menambah peyek kacang (Rp2.500) sebagai pelengkap gurih.

“Saya enggak berani naikin harga tinggi‑tinggi. Pembeli saya kebanyakan pekerja malam,” katanya.

Filosofi sederhana tersebut melahirkan loyalitas konsumen lintas profesi.

Strategi Lapak Kecil, Dampak Besar

Dengan satu kompor, satu dandang nasi, dan etalase kaca, Mang Aji tidak memerlukan spanduk mencolok.

Lokasi di utara Alun‑Alun Ciamis otomatis memancing arus pelanggan.

“Setiap orang yang mau ke arah Cirebon, pasti lewat sini. Selain yang lintas, ada juga yang pulang main dari alun-alun” pungkasnya.

Ikon Malam Kota Manis

Dalam ekosistem kuliner Ciamis, Nasi Kuning Mang Aji ibarat mercusuar malam.

Bukan sekadar soal rasa, tetapi juga karena keberadaan lapak itu menambal celah waktu ketika pilihan makan minim.

“Kalau malam sepi, Mang Aji hidupkan kota,” kelakar seorang pengemudi ojek daring.

Dengan kata lain, gerobak kecil ini telah bertransformasi menjadi ikon—penanda ruang dan waktu bagi warga yang beraktivitas di luar jam normal.