Di Balik Hari Anak Nasional: Suara Sunyi dari Aspal Ciamis

Suara dari Aspal: Anak Ciamis Menolak Dirayakan dalam Kepalsuan

banner 468x60

DiksiNasi, Ciamis – Di tengah gegap gempita Hari Anak Nasional, ribuan anak jalanan menelan kenyataan pahit.

Mereka tidak menanti perayaan.

Mereka juga tidak butuh panggung penuh tepuk tangan.

Yang mereka cari adalah pendengaran dan keadilan.

Saat elite merayakan hak-hak anak dengan seremonial indah, anak-anak marginal di Ciamis memeluk dingin malam di sudut-sudut trotoar.

Mereka menatap dunia dengan mata curiga, lelah, dan kecewa.

Hari Anak bagi mereka hanyalah kalender kosong yang tak membawa perubahan.

“Kami bukan perayaan, kami adalah peringatan,” begitu suara yang lahir dari jalanan.

Jalanan Menjadi Sekolah, Aspal Menjadi Buku Kehidupan

Negara bicara mimpi, tapi anak-anak jalanan belajar bertahan dari lapar.

Mereka menggantikan ruang kelas dengan bahu jalan.

Mereka mengganti pena dengan kaleng bekas.

Sayangnya, mereka tidak tumbuh dengan gizi, tapi dengan teriakan klakson, dan tatapan sinis.

Setiap hari, anak-anak ini menempuh pelajaran keras dari sistem yang gagal melindungi mereka.

Mereka tidak menikmati hak dasar, bahkan tak mengenal makna kata “masa depan.”

Negara berjanji membawa mereka ke puncak mimpi.

Namun, yang mereka injak hanyalah aspal panas yang membakar kaki telanjang.

Mereka Tidak Minta Kasihan, Mereka Menuntut Keadilan

Anak-anak marginal menolak belas kasihan.

Mereka bosan dengan empati yang sebatas unggahan media sosial.

Mereka muak menjadi bahan konten dan simbol kepedulian palsu.

Yang mereka serukan adalah hak, bukan simpati murahan.

“Jangan pandangi kami sebagai korban. Pandang kami sebagai pejuang,” begitu pesan mereka.

Setiap hari, mereka menghadapi kekerasan struktural, pengabaian sistemik, dan stigma sosial.

Mereka memanggul trauma tanpa terapi, menanggung luka tanpa pelukan.

banner 336x280

Komentar