Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyoroti potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar pesangon.
“Total utang Sritex mencapai sekitar Rp25 triliun, sementara asetnya hanya sekitar Rp15 triliun. Jika aset ini terjual, tetap tidak akan cukup untuk melunasi utang, sehingga karyawan berisiko tidak mendapatkan pesangon,” jelas Ristadi.
Sritex, yang berdiri sejak 1966 dan terkenal sebagai pemasok seragam militer untuk NATO dan beberapa negara Eropa, telah berjuang menghadapi beban utang yang terus membesar.
Sebelum pailit, perusahaan ini tercatat memiliki total liabilitas senilai US$1,6 miliar atau setara Rp24,66 triliun pada September 2022.
Proses Hukum Berlanjut
Saat ini, Sritex masih berusaha mengajukan kasasi atas keputusan pailit.
“Perusahaan sedang mengajukan kasasi agar putusan ini bisa batal,” kata Ristadi.
Harapannya, keputusan kasasi dapat memberikan sedikit angin segar bagi ribuan karyawan yang kini berada di ujung tanduk.
Keputusan pailit terhadap Sritex menggambarkan tantangan besar yang harus industri tekstil nasional hadapi di tengah guncangan ekonomi global dan persaingan ketat dari produk impor.