Kebocoran Data 4,6 Juta Warga Jabar, Pemprov Disorot Soal Lemahnya Keamanan Siber

Para Peretas Tak Pernah Tidur: Kebocoran Data Jabar Bukti Gagalnya Sistem Siber Nasional

banner 468x60

DiksiNasi, Bandung – Kebocoran data pribadi 4,6 juta warga Jawa Barat menyentak kesadaran publik soal rapuhnya pertahanan digital Indonesia.

Namun, di balik kegemparan itu, ada suara yang lama terpinggirkan: para mantan peretas yang justru merasa lebih peduli pada keamanan negara dibanding institusi resminya.

Dika, bukan nama sebenarnya adalah salah satu dari mereka.

Ia pernah bermain di zona abu-abu dunia siber dan kini bekerja di sebuah instansi negara.

Bagi Dika, masalah utama bukan sekadar kebocoran data, melainkan gagalnya sistem mengenali potensi anak muda yang punya kemampuan teknis luar biasa.

“Anak muda Indonesia itu jago-jago, bisa mendeteksi dan menambal celah keamanan dengan cepat. Tapi mereka tidak pernah mendapat ruang. Mereka dicap penjahat, padahal banyak dari mereka yang lebih nasionalis daripada aparat,” ujar Dika, Selasa (29/07/2025).

Lelah Dianggap Kriminal, Banyak Pilih Pindah ke Luar Negeri

Kebocoran data warga Jabar yang diduga disebar oleh akun anonim DigitalGhostt hanyalah satu dari deretan panjang kasus serupa.

Yang membuatnya mencolok adalah isi unggahan dalam bahasa Inggris yang menyindir keras lemahnya keamanan digital pemerintah.

“Hello Indonesian people (especially the people of West Java), could your personal data be in my possession? Where is the cyber defense? Is it asleep on a pile of money?”

Cuitan itu disertai tawaran database 4,6 juta warga Jabar di forum dark web, lengkap dengan logo resmi Setda Jawa Barat.

Informasi yang ditawarkan mencakup NIK, alamat, email, hingga pekerjaan.

Dika mengaku tidak kaget.

Menurutnya, sistem keamanan siber pemerintah memang jauh dari kata layak.

Ia menyebut banyak ahli muda yang lebih memilih bekerja untuk luar negeri karena tak mendapatkan penghargaan di dalam negeri.

“Tak sedikit dari kami yang sekarang jadi tenaga ahli di luar negeri. Di sini, negara seolah memusuhi kami. Di luar, justru mendapatkan penghargaan dan perlakuan layak,” ujarnya dengan nada getir.

Sistem Digital Rapuh dan Rekrutmen Asal-asalan

Dalam pandangan Dika, kelemahan sistem bukan hanya pada teknologi, tetapi juga pada mentalitas.

Perekrutan pegawai siber yang tidak berdasarkan keahlian, menjadi biang keladi dari rapuhnya pertahanan digital nasional.

“Sering kali orang yang tidak punya dasar teknis malah memegang jabatan strategis di bidang keamanan siber. Bagaimana bisa sistem berjalan baik kalau begitu?” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada sistem yang benar-benar aman di dunia ini.

banner 336x280

Komentar