“Kita harus selalu waspada dan berdoa agar Leuwikeris membawa berkah. Maka tugas kita adalah menjaga kelestariannya. Jangan hanya memanfaatkan tanpa tanggung jawab untuk masa depan,” ujar Mama Rohel di hadapan para santri yang mengikuti pengajian Subuh.
Wajah para santri tegang mendengar kisah hasil ngahiang Mama Rohel.
Samsul, yang merupakan salah satu santri senior, ikut terpana.
“Semoga kejadian itu tidak terjadi. Apalagi aku kan belum menikah, Do. Indahnya pernikahan saja belum kucicipi,” bisik Samsul ke telinga Dodo.
Samsul diam-diam menyukai Nyi Imas, putri semata wayang Mama Rohel.
Namun, ia juga tidak berani mengungkapkan isi hatinya.
Kecantikan Nyi Imas benar-benar mendebarkan hati Samsul.
Panon hideung, irung mancung, kulit bodas, tinggi semampai—benar-benar luar biasa sempurna.
“Andaikan dia menjadi istriku… oh!” gumam Samsul.
Dodo meledek, “Ngaca, Sul. Ari siah teu nempo kumaha shima Mama Rohel?”
Obrolan dua santri senior itu terhenti mendadak.

Mama Rohel pun menatap tajam ke arah Samsul dan Dodo yang berbicara sendiri dan tidak fokus pada pengajian.
“Anak-anakku, semua yang Abah ceritakan itu adalah hasil penerawangan masa depan. Tugas kita adalah menghindari takdir buruk dan menyiapkan takdir baik. Mulai sekarang, mari kita jaga alam ini, maka alam akan menjaga kita. Leuwikeris akan tetap menjadi misteri sepanjang sejarah,” ujar Mama Rohel menutup pengajian pagi.