Yayasan harus memiliki: dapur sesuai standar BGN, peralatan masak, struktur organisasi, laporan keuangan, dan tim pelaksana termasuk kepala SPPG (biasanya dari lulusan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia/SPPI).
5. Kader Masyarakat
Kader Posyandu, PKK, penyuluh KB, hingga tokoh masyarakat dilibatkan sebagai pendamping distribusi MBG, terutama untuk ibu hamil dan balita.
Anggota DPRD Menjdai Pelaku
Apakah Anggota DPRD Boleh Jadi Pelaku Usaha MBG?
Jawabannya TIDAK BOLEH.
⚖️ Mengapa?
1. Konflik Kepentingan
Dokumen Juknis MBG secara eksplisit melarang penerima bantuan terafiliasi dengan pejabat publik atau politisi aktif, meski tak menyebut “DPRD” secara harfiah.
Mengacu pada prinsip good governance, anggota DPRD memiliki peran strategis dalam penganggaran dan pengawasan, sehingga tidak etis jika mereka juga menjadi pelaku usaha dalam program yang mereka kawal.
2. Pelanggaran Etik dan Potensi Penyalahgunaan Wewenang
Dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, keterlibatan pejabat publik dalam proyek negara yang dibiayai APBN termasuk potensi gratifikasi terselubung atau conflict of interest.
3. Menabrak Asas Kepatutan
Anggota DPRD adalah wakil rakyat, bukan pelaksana proyek. Bila mereka ikut terlibat dalam yayasan pelaksana dapur MBG, maka terjadi pembelahan peran antara pengawas dan pelaksana, yang sangat berbahaya.
Siapa yang Boleh Jadi Pemilik Dapur MBG?
Berdasarkan juknis resmi dan ketentuan BGN, hanya pihak-pihak berikut yang sah dan dibenarkan menjadi pemilik/penyelenggara dapur MBG (SPPG):
1. Yayasan berbadan hukum resmi
2. Tidak terkait langsung dengan pejabat publik, TNI, Polri, dan politisi aktif.
3. Memiliki fasilitas yang sesuai standar teknis BGN (dapur, peralatan masak, struktur organisasi).
4. Bersedia diaudit dan melaporkan keuangan secara transparan.
5. Tidak sedang bermasalah hukum atau dalam pengawasan OJK/PPATK.
Etika, bukan Hanya Regulasi
Program MBG adalah upaya strategis negara dalam melawan stunting, kemiskinan, dan kesenjangan gizi.
Tapi sebesar apa pun niat baik negara, hasilnya akan sia-sia jika pelaksanaannya menjadi jatah elite politik lokal yang ingin meraup keuntungan pribadi.
Anggota DPRD harus menjadi pengawas, bukan pengelola dapur.
Bila ingin berkontribusi, mereka bisa memperjuangkan regulasi yang adil, mengawal distribusi yang merata, dan memastikan anggaran tepat sasaran — bukan menggenggam spatula anggaran di balik yayasan semu.