DiksiNasi, Jakarta – Komisi III DPR RI telah menetapkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029.
Hal ini, berlangsung setelah proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang berlangsung selama empat hari.
Setyo Budiyanto terpilih sebagai Ketua KPK dengan dukungan mayoritas, didampingi Fitroh Rohcahyanto, Johanis Tanak, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo.
Profil Lima Pimpinan KPK
- Setyo Budiyanto
Mantan Kapolda Sulawesi Utara ini kini menjabat sebagai Ketua KPK. Sebelumnya, Setyo menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian dengan pangkat Komjen. Dalam uji kelayakan, ia menyoroti perlunya judicial review terhadap Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang dianggap berpotensi multitafsir. Setyo juga menegaskan pentingnya Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebagai metode efektif pemberantasan korupsi. - Fitroh Rohcahyanto
Eks Direktur Penuntutan KPK ini terkenal aktif menangani kasus besar, seperti korupsi proyek e-KTP. Fitroh menyoroti bias dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. “Setiap pengadaan proyek pasti ada pihak yang mendapat keuntungan. Penting memastikan bahwa keuntungan itu tidak terjadi dengan cara melawan hukum,” ujarnya. - Johanis Tanak
Sebagai Wakil Ketua KPK sebelumnya, Johanis terkenal kontroversial dengan usulan penghapusan OTT. Menurutnya, OTT tidak sesuai dengan definisi KUHAP dan lebih baik menggantinya dengan mekanisme pencegahan. Tanak juga mengusulkan agar KPK dipimpin secara kolektif tanpa ketua tetap, demi menghindari hierarki yang dianggapnya timpang. - Agus Joko Pramono
Eks Wakil Ketua BPK ini memprioritaskan pembangunan kasus secara menyeluruh (case building), dengan OTT sebagai langkah tambahan, bukan utama. Agus berencana fokus pada temuan besar dari laporan BPK untuk memberantas korupsi sistemik. Ia juga mengusulkan strategi pengawasan terhadap program prestisius pemerintah dalam visi Astacita. - Ibnu Basuki Widodo
Hakim senior di Pengadilan Tinggi Manado ini terkenal tegas dalam penanganan kasus korupsi. Ibnu mendukung pengaturan penyadapan oleh Dewas KPK untuk memastikan penggunaannya lebih terkontrol. “Penyadapan yang terencana justru membuat proses hukum lebih kuat,” ungkapnya.
Kritik dan Harapan
Eks penyidik KPK, Novel Baswedan, mengkritik proses seleksi calon pimpinan KPK yang dia nilai melemahkan lembaga antirasuah.
“Banyak kandidat potensial gugur, sementara yang lolos justru memiliki rekam jejak bermasalah,” ujarnya kepada Tempo (22/11). Novel berharap pimpinan baru tidak permisif terhadap korupsi. “Pimpinan bermasalah cukup terjadi pada masa Firli Bahuri. Jangan sampai terulang,” tegasnya.
Tantangan Ke Depan
Kepercayaan publik terhadap KPK menurun akibat pelemahan lembaga ini, terbukti dari turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.