“Dalam hal ini kami mengharapkan suatu bentuk perhatian terhadap situasi saat ini terpokus kepada revitalisasi sungai, karena debit air sekarang turun drastis,” harap Mumu.
Mengancam Pertanian Ciamis
Debit air yang terus menurun ini mengancam berbagai sektor, termasuk pertanian dan perikanan. Perebutan jatah air yang terjadi, menurut Mumu sudah dalam taraf krodit dan memang harus segera berhenti.
“Kita yang berada di area Sukajadi paling belakang pembaginya, jadi terus terang kalau di lapangan itu terjadi kucing-kucingan dengan berbagai wilayah juga dengan petugas Perumdam maka dari itu perlu adanya perhatian khusus, yaitu penghentian pengambilan airbaku dari Sungai Cileueur,” ujar Mumu.
Di Bangunan Penyadap Air Baku Cileueur dan di Sungai Cileueur, terlihat bahwa debit air sangat rendah. Jadwal pengaliran air pada bulan Agustus 2023 ditandatangani oleh Kasie Produksi Perumdam Tirtagaluh, Iwan Setiawan, dan Kacab Wilayah I Ciamis, Iwan E Budiman. Ini mempengaruhi pasokan air ke PAM Tirtagaluh.
Pada tanggal 30 September 2021, dari instalasi pengolahan Sindangrasa (Perumda Tirtagaluh), air baku mencapai 221 liter/detik, distribusi 155 liter/detik, dan volume reservoar 2.359 m3 untuk memenuhi kebutuhan sekitar 3000 pelanggan di wilayah 1 Ciamis.
Direktur Hentikan Pengambilan Airbaku Cileueur
Dalam sebuah laporan berita dari pikiranrakyat.com pada 17 Oktober 2019, Direktur PDAM sebelumnya menyatakan bahwa sumber air baku PDAM Tirta Galuh Ciamis wilayah cabang Ciamis berasal dari Sungai Citanduy setelah pengambilan air dari Sungai Cileueur telah berhenti karena operasi intake dan IPA Gunungcupu.
Perumda Tirtagaluh juga harus mempertimbangkan opsi sumber air baku yang berkelanjutan demi kepentingan masyarakat.
Krisis air ini membutuhkan perhatian serius dan solusi yang tepat. Dalam upaya untuk menjaga keberlanjutan alam dan mencegah kekeringan lebih lanjut, perlu ada tindakan konkret dan kolaborasi antara pihak-pihak terkait.