Tito Karnavian Bongkar Modus Korupsi Pokir DPRD: “Tinggal Tunggu Ditangkap”

Di Balik Janji Konstituen: Pokir DPRD Jadi Ladang Korupsi yang Terstruktur?

banner 468x60

DiksiNasi, Mataram – Praktik penyusunan Pokok Pikiran (Pokir) yang rawan celah korupsi oleh anggota DPRD di berbagai daerah semakin mendapat sorotan publik.

Tak hanya karena rawan penyimpangan, namun juga karena mulai terkuak pola yang menyerupai korupsi berjamaah.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam pernyataan terbarunya menegaskan bahwa pola tersebut bukan lagi rahasia.

“Kapolda tahu, KPK sangat paham modusnya. Vendor titipan, memaksa menyelaraskan masuknya anggaran, uangnya cair di depan. Tinggal tunggu waktu saja kapan tertangkap,” kata Tito dalam Musrenbang RPJMD Nusa Tenggara Barat. Rabu, (04/06/2025).

Pokir Berubah Fungsi: Dari Aspirasi ke Alat Dagang Politik

Secara ideal, Pokir adalah wadah penyampaian aspirasi rakyat dari daerah pemilihan (dapil) ke dalam APBD.

Namun dalam praktiknya, kepentingan politik kerap memboncng usulan Pokir, bahkan digunakan untuk mengamankan proyek bagi rekanan tertentu.

“Pokir menjadi alat politik transaksional. Bukan lagi representasi rakyat, tapi alat dagang kekuasaan,” ujar Agusandi, dosen Keuangan dan Perbankan Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo.

Ia menyebut bahwa pengawasan terhadap Pokir sangat lemah, sementara celah untuk menyalahgunakan kewenangan tetap terbuka lebar.

Legislator Menjadi Broker, OPD Jadi Korban Tekanan

Dalam berbagai kasus di Sumatera Utara, Jambi, hingga Jawa Timur, pola yang terungkap hampir sama: legislator menitipkan proyek di luar dapilnya, kemudian mendikte dinas teknis untuk menggunakan rekanan tertentu.

“Pokir masuk dengan paksaan meski bukan dari dapil sendiri. Proyek titipan, penentuan vendor, lalu fee di muka. Itu bukan sekadar dugaan, tapi kejadian berulang,” tegas Tito.

Ironisnya, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang seharusnya menjadi pelaksana program daerah, justru tertekan oleh kekuasaan legislatif.

Intervensi ini jelas melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang sehat.

Mendagri: Legislator Tak Punya Hak Eksekusi Anggaran

Tito mengingatkan bahwa DPRD hanya berwenang menyampaikan aspirasi, bukan menyusun atau mengeksekusi anggaran.

“Urusan menentukan rekanan, mengelola anggaran, itu hak eksekutif. Legislatif tidak boleh mengatur itu. Kalau sampai ikut main proyek, itu pelanggaran berat,” tandasnya.

Ia pun meminta kepala daerah untuk tegas menolak Pokir yang tidak relevan dengan aspirasi dapil, apalagi ada kepentingan politik yang menyusupinya.

banner 336x280