Nyawang Bulan, Upaya Pelestarian Kearifan Lokal Galuh Ciamis

banner 468x60

Semua dilakukan dengan pendekatan edukatif agar bisa menjangkau masyarakat luas, terutama generasi muda yang mungkin sudah asing dengan budaya literasi tradisional.

Nyawang Bulan: Reinkarnasi Tradisi yang Pernah Hidup

Gunari menjelaskan, Nyawang Bulan lahir dari tradisi masyarakat Sunda tempo dulu.

Di Galuh, malam purnama adalah waktu sakral untuk membaca babad atau cerita sejarah, biasanya dilakukan menjelang panen atau dalam ritual adat tertentu.

“Tradisi itu nyaris hilang. Maka kami hidupkan kembali bukan dalam bentuk museum yang mati, tapi dalam pertunjukan yang menyentuh jiwa,” katanya.

Tahun ini, kegiatan tersebut kembali didukung oleh Yayasan Kewargian Kanoman Galuh.

Ini adalah kolaborasi kedua setelah Susuru Kertabumi pada 2023. Tradisi yang hampir punah dihidupkan kembali dengan pendekatan budaya yang adaptif.

Harapan: Naskah Tak Lagi Asing

Mewakili Bupati Ciamis Herdiat Sunarya, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga, Dian Budiana menyatakan bahwa kegiatan seperti ini adalah bagian penting dari pelindungan budaya.

“Melalui kegiatan ini, kita rawat investasi budaya agar tidak hilang. Supaya tercipta masyarakat yang mencintai kearifan lokal dan hidup harmonis dalam keberagaman,” ucap Dian.

Ia berharap Nyawang Bulan bisa menjadi program tahunan, tidak hanya di Ciamis tetapi juga menginspirasi daerah lain dalam menghidupkan kembali tradisi lewat literasi sejarah.

Mengundang Kolaborasi dan Kesadaran Baru

Yayasan Rumah Naskah Nusantara juga membuka diri untuk kolaborasi lintas komunitas, akademisi, sekolah, dan instansi kebudayaan.

“Warisan leluhur itu milik kita bersama. Mari kita rawat, kita baca, dan kita wariskan lagi. Karena sejatinya, masa depan dibentuk oleh mereka yang tahu ke mana akar dirinya tertanam,” pungkas Gunari.

banner 336x280

Komentar