“Saling mengingatkan lebih baik, baik itu eksekutif maupun dari legislatifnya. Terutama anggota dewan dari PAN, karena panitia juga manusia, bisa saja lupa,” ujarnya.
Kalimat itu tampak membela, tapi juga menyiratkan lemahnya mekanisme kontrol dan pengawasan dalam acara sebesar Hari Jadi Kabupaten.
Namun komentar tersebut memicu respons beragam, termasuk dari Andang Irpan yang mengklarifikasi, “Undangan bukan dari DPRD. Maaf.”
Hal ini memperlihatkan adanya kerancuan publik dalam membedakan tanggung jawab antar lembaga.
Krisis Akuntabilitas dalam Acara Publik
Keterlibatan DPRD disebut-sebut dalam perdebatan, terutama menyasar Fraksi PAN, partai pengusung almarhum Yana.
Namun tudingan ini tidak berdasar.
Sebab, pengelolaan undangan merupakan wewenang penuh eksekutif dan panitia acara.
“Kalau DPRD harus mengingatkan panitia sebelum pembagian undangan, itu terkesan berlebihan,” ujar Andang.
Komentar lainnya dari Hendra S. Marcusi bahkan menegaskan bahwa membawa fraksi ke dalam polemik ini bisa menciptakan persepsi keliru tentang fungsi lembaga legislatif.
“Fraksi tidak punya kewenangan soal undangan. Jangan menyeret semua ke ranah politik,” tegasnya.
Reaksi Publik: Momentum Evaluasi Bukan Friksi
Pengamat kebijakan publik dari Ciamis, Muhamad Alif (nama disamarkan), menilai bahwa polemik ini mestinya direspons dengan rendah hati, bukan justru melempar tanggung jawab ke pihak lain.
“Sebagai pejabat publik, seharusnya mereka tidak memicu keresahan di ruang digital. Medsos adalah ruang sensitif yang bisa menyulut konflik jika pernyataan tidak ditakar,” ungkapnya.
Ia menyarankan agar pihak panitia dan eksekutif menjadikan kasus ini sebagai refleksi tentang pentingnya etika dalam pengelolaan acara publik.
“Jangan sampai komentar yang tidak proporsional mewakili sikap institusional,” katanya.
Belajar dari Lupa: Etika sebagai Pilar Acara Seremonial
Kelalaian panitia bukan soal teknis semata, tapi soal penghargaan terhadap jasa dan simbol publik.
Ketika prosedur administratif mengabaikan nilai-nilai simbolik, masyarakat akan bertanya: siapa sebenarnya yang sedang kita rayakan?
Peristiwa ini menyisakan catatan penting: bahwa lembaga pemerintah, dalam setiap perayaan publik, harus menjaga akuntabilitas, sensitivitas sosial, dan kehormatan simbolik tokoh yang telah berjasa.
Di akhir percakapan, Ani menyebut jika ini hanya kesalahpahaman semata.
“Saya kira, semua terkait undangan baik itu VVIP, VIP maupun masyarakat biasa dirapatkan di Badan Musyawarah (Bamus). Jika tidak terjadi, berarti saya yang salah. Mohon maafkan saya” ujarnya mengakhiri percakapan.