Lantik Ratusan Kepala Sekolah di Ciamis, Herdiat Sebut Tunjangan Irasional dan Tidak Adil

Ketimpangan Tunjangan Kepala Sekolah: Bupati Ciamis Soroti Ketidakadilan Struktural di Dunia Pendidikan

banner 468x60

DiksiNasi, CIAMIS — Ketimpangan dalam sistem penggajian birokrasi pendidikan di Kabupaten Ciamis kembali menjadi sorotan.

Kali ini, Bupati Ciamis Herdiat Sunarya menegaskan sikapnya terhadap ketidakadilan besaran tunjangan yang diterima para kepala sekolah.

Herdiat, menilai jika tujangan tersebut masih  jauh dari proporsional jika dibandingkan dengan beban kerja dan tanggung jawab mereka.

Dalam pelantikan 184 kepala sekolah baru di Aula BKPSDM Ciamis, Rabu (21/05/2025), Herdiat mengkritik keras disparitas tunjangan jabatan antara kepala sekolah dan pegawai pelaksana di lingkungan pemerintahan.

“Tunjangan kepala sekolah masih berada di angka Rp400 ribu hingga Rp550 ribu per bulan. Sementara staf pelaksana bisa menerima hingga Rp2 juta. Ini jelas irasional,” ujar Herdiat dalam sambutannya.

Ketidakadilan yang Dianggap Biasa

Di tengah beban tanggung jawab yang mencakup manajemen sekolah, supervisi guru, dan pembinaan siswa, kepala sekolah justru menjadi kelompok birokrat yang paling sedikit menerima penghargaan finansial. Herdiat menilai kondisi ini sebagai bentuk ketimpangan struktural yang harus segera ditinjau ulang oleh Badan Keuangan Daerah (BKD).

“Saya minta Kepala BKD segera melakukan evaluasi menyeluruh. Jangan sampai kepala sekolah hanya menjadi simbol kepemimpinan, tapi tidak mendapat penghargaan yang layak atas beban kerja mereka,” ujarnya tegas.

Kepala sekolah, menurut Herdiat, memikul tanggung jawab moral dan sosial yang jauh lebih besar ketimbang posisi birokrat administratif lainnya.

Namun ironisnya, mereka tidak diberi insentif yang mencerminkan peran strategis itu.

Loyalitas yang Teruji, Keteladanan yang Menjadi Bukti

Meski menghadapi keterbatasan, Herdiat mengaku bangga karena para kepala sekolah tetap menunjukkan loyalitas dan integritas.

Ia juga menyoroti persoalan sosial yang muncul di kalangan guru, termasuk tingginya angka perceraian.

“Pendidik seharusnya menjadi panutan. Tapi saat ini kita menghadapi tantangan baru: guru perempuan banyak yang menggugat cerai suaminya. Ini jadi refleksi serius, bukan hanya soal pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial sebagai figur publik,” ujar Herdiat.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara guru dan orang tua untuk menghadirkan pendidikan yang utuh bagi generasi muda.

“Pendidikan tidak berhenti di sekolah. Rumah tangga juga harus menjadi tempat pendidikan karakter,” tambahnya.

banner 336x280

Komentar