Ia juga berjanji untuk introspeksi diri dan lebih berhati-hati dalam memilih kata, terutama saat menyampaikan kebijakan strategis dan program prioritas pemerintah.
“Kami akan terus memperbaiki diri agar tidak terjadi lagi hal serupa di masa depan. Sekali lagi, saya memohon maaf kepada masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan diksi ini,” imbuhnya.
Polemik Miftah dan Kecaman Warganet
Kontroversi ini bermula saat Adita memberikan pernyataan terkait Miftah yang diduga menghina pedagang es teh dalam sebuah acara pengajian.
Dalam penjelasannya, Adita menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto selalu berpihak pada “rakyat kecil” dan “rakyat jelata.”
“Presiden kita, Pak Prabowo Subianto, dalam setiap pidato dan kunjungannya selalu menunjukkan keberpihakannya pada rakyat kecil, pada rakyat jelata,” ucap Adita dalam potongan video yang viral di media sosial.
Ungkapan tersebut memicu kritik tajam dari warganet, yang menilai istilah “rakyat jelata” memiliki konotasi merendahkan.
Klarifikasi Istana
Adita, yang pernah menjabat sebagai Juru Bicara Kementerian Perhubungan (2020-2024), menyatakan bahwa pihak Istana sangat menyesalkan polemik ini.
“Kami dari pihak Istana tentu menyesalkan kejadian ini. Hal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Adita kembali menekankan komitmen pemerintah untuk berpihak kepada masyarakat kecil.
Ia berharap peristiwa ini menjadi pembelajaran bersama agar komunikasi publik lebih sensitif terhadap dinamika bahasa.
Imbauan untuk Komunikasi Lebih Bijak
Kasus ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan bahasa, terutama oleh pejabat publik. Pilihan kata yang tidak sesuai dapat menimbulkan kontroversi, meski tidak ada maksud negatif di baliknya.
“Kami akan lebih bijak dan hati-hati ke depannya,” tutup Adita.