Heboh Pengakuan Astra Zeneca: Terima 51 Gugatan di Inggris

Tinjauan Keamanan Vaksin AstraZeneca: Pengakuan dan Implikasinya terhadap Kebijakan Vaksinasi

banner 468x60

DiksiNasi, Jakarta – Dalam perkembangan terbaru yang mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19, AstraZeneca, salah satu pemain kunci dalam lanskap farmasi global, telah mengakui potensi risiko efek samping langka namun serius dari vaksin yang mereka kembangkan.

Perusahaan ini, yang vaksinnya telah digunakan luas di berbagai negara, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan baru dalam menjaga kepercayaan publik seiring munculnya data baru tentang efek samping.

banner 336x280
Kasus dan Konsekuensi Astra Zeneca

Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah situasi Jamie Scott, seorang pria yang mengalami komplikasi serius setelah mendapatkan dosis vaksin AstraZeneca.

Scott, yang mengalami cedera otak permanen, merupakan salah satu dari beberapa kasus yang memicu gugatan hukum terhadap perusahaan.

Awalnya, AstraZeneca membantah klaim bahwa vaksin mereka dapat menyebabkan kondisi serius seperti Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia (TTS).

Namun dokumen pengadilan yang baru-baru ini terungkap, mengindikasikan pengakuan dari pihak perusahaan tentang kemungkinan risiko tersebut.

Pengertian TTS

TTS, yang merupakan pembekuan darah abnormal bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit, adalah kondisi langka tetapi potensial fatal.

Statistik menunjukkan bahwa risiko terjadinya TTS adalah 8,1 kasus per 1 juta dosis setelah dosis pertama dan turun menjadi 2,3 kasus per 1 juta dosis setelah dosis kedua.

Meskipun proporsi ini terbilang kecil, keberadaan risiko ini menimbulkan kekhawatiran dan mempengaruhi persepsi publik terhadap keamanan vaksin.

Dampak pada Kebijakan Vaksinasi Covid-19

Di Indonesia, vaksin AstraZeneca telah menjadi bagian dari arsenal vaksinasi nasional, dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan belum ada laporan kasus serupa yang terjadi di dalam negeri.

“Sampai sekarang belum ada (kasus) tapi analisa itu sudah ada sejak diluncurkan karena di clinical trial itu juga dilihat. Pada saat itu persentasenya sangat kecil sekali,” kata Budi ketika ditemui awak media di Jakarta Barat, Kamis (02/05/2024).

Namun, pengakuan terbaru ini mungkin mempengaruhi kebijakan vaksinasi yang ada.

Pemerintah dan regulator kesehatan, mungkin perlu mempertimbangkan informasi ini dalam menilai distribusi vaksin selanjutnya.

“Kalau kita tidak berikan vaksin itu, nyawa yang meninggal akibat COVID-19 akan jauh lebih banyak,” lanjutnya.