DiksiNasi, Jakarta – Satu dari tiga anak Indonesia berusia 10 hingga 17 tahun mengalami penurunan kesehatan mental. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang dirilis pada 2022 mencatat data yang menunjukkan potensi peningkatan signifikan masalah kesehatan mental remaja pada 2025. Psikolog klinis mengingatkan bahwa ini adalah alarm serius bagi para orang tua. “Banyak anak Indonesia yang tidak baik-baik saja,” ujar seorang psikolog.
Biro psikologi di berbagai daerah mencatat lonjakan kunjungan anak dan remaja hingga 20-30 persen. Ironisnya, meski kesadaran masyarakat meningkat, banyak orang masih menafsirkan gejala awal gangguan psikologis sebagai kenakalan atau kemalasan, bukan sebagai masalah kesehatan mental.
Faktor Pemicu Menurunnya Kesehatan Mental Anak
Psikolog pendidikan Najeela Shihab menekankan bahwa kesehatan mental anak sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan—baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan sosial.
Di sisi lain, paparan media sosial yang berlebihan menjadi salah satu pemicu utama menurunnya kesehatan mental anak dan remaja. Anak yang mengakses media sosial lebih dari dua jam per hari berisiko lebih tinggi mengalami stres, kecemasan, serta gangguan konsentrasi. Lebih lanjut, sebuah survei mengungkapkan bahwa sekitar 31% dari generasi Z mengaku merasakan dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan.
Selain itu, bullying, baik secara langsung maupun daring, memperparah kondisi psikologis anak. Survei terhadap 95.000 pelajar menemukan bahwa korban bullying berisiko hingga 18 kali lipat mengalami gangguan mental seperti depresi dan gangguan tidur.
Stigma sosial dan pola asuh yang tidak suportif juga menjadi penghambat. Banyak anak dianggap “nakal” saat sebenarnya mengalami tekanan mental. I-NAMHS juga mencatat bahwa hanya 2,6% anak dengan gangguan mental yang mendapatkan layanan psikologis, menunjukkan ketimpangan akses dan minimnya tenaga profesional.
Kondisi sosial-ekonomi keluarga, seperti ketidakstabilan tempat tinggal, turut menjadi penyebab. Anak-anak dalam situasi seperti ini berisiko 1,4 hingga 1,5 kali lebih besar mengalami gangguan psikologis.
Strategi Meningkatkan Kesehatan Mental Anak di 2025
Untuk mencegah dampak lebih buruk, berbagai langkah telah dan dapat diambil.
1. Membatasi waktu layar anak dan mengajarkan literasi digital sejak dini.
WHO dan Kemenkes RI merekomendasikan penggunaan media sosial tidak lebih dari dua jam per hari. Di Jakarta dan Bandung, sekolah bekerja sama dengan ICT Watch dan Kemenkominfo dalam program literasi digital.
2. Memperkuat komunikasi emosional antara anak dan orang tua.
Program Yayasan Pulih “Temani Anak Bicara” membuktikan bahwa pendekatan ini meningkatkan kepercayaan diri anak hingga 38% dalam tiga bulan.
Komentar