DiksiNasi, CIAMIS — Ketika sebagian besar warung menurunkan rolling door, gerobak Nasi Kuning Mang Aji justru menjadi titik terang di sudut Jalan RE Martadinata.
Bukan dari dapurnya saja cahaya itu terpancar, tetapi juga dari antusiasme pelanggan yang berduyun‑duyun datang selepas magrib.

Dari sudut pandang mereka—para pekerja malam, sopir antarkota, hingga mahasiswa yang terbirit‑birit mengejar tenggat—kehadiran Aji Pahrul adalah “penyelamat lapar” paling andal di Kota Manis.
“Malam itu banyak yang kelaparan, cari makan. Saya mah jadi penolong orang yang perutnya keroncongan tengah malam,” ujar Aji Pahrul, pria 44 tahun yang karib dipanggil Mang Aji. Minggu, (06/07/2025).
Oase Kuliner bagi Pekerja Lembur
Bagi Didin, Satpam yang baru pulang pergantian shift pukul 23.00, gerobak sederhana di depan Toko Hejo itu adalah oase.
“Kalau bukan Mang Aji, saya pasti cuma sempat makan mi instan,” tuturnya di sela menyendok nasi gurih beraroma santan.
Dengan harga Rp7.000, ia memperoleh paket lengkap: telur suwir, tempe orek, kerupuk, plus irisan mentimun yang menyejukkan.
Titik Koordinat Sopir Antarkota
Cerita serupa datang dari Andrew, pengusaha travel rute Tasikmalaya–Cirebon, yang rutin menjadikan lapak Mang Aji sebagai titik koordinat rombongan.
“Kami janjian di sini sebelum lanjut jalan. Rasanya enak, porsinya cukup, dan lokasinya strategis,” katanya.
Menurut Andrew, selain menambah energi, singgah di Mang Aji membantu sopir memetakan jarak tempuh.
“Selain ngobatin lapar, juga sebagai patokan jarak biar bisa tentukan estimasi waktu” tegas Andrew.
Komentar