Merenungi Sakralnya 2 Mei, Siapakah yang Layak Menyandang Gelar Bapak Pendidikan Nasional, Daendels atau Ki Hajar Dewantara ?

banner 468x60

DiksiNasinews.co.id – Banyak tokoh-tokoh penting telah berkontribusi untuk membangun sistem pendidikan di Indonesia, termasuk Ki Hadjar Dewantoro, yang secara umum dianggap sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Ki Hadjar Dewantoro

Namun, dalam realitasnya, pendidikan yang dikenalkan oleh Ki Hadjar Dewantoro tidak pernah menjadi indikator pendidikan nasional kita, kurikulum pendidikan Taman Siswa tidak pernah dijadikan basis dalam sistem pedagogi kita.

banner 336x280

Kita senang mengagungkan simbol-simbol, tetapi kita gagap dalam substansi. Ki Hadjar Dewantoro diagungkan sebagai Bapak Pendidikan, namun Taman Siswa hidup tanpa dukungan dan jauh dari sekolah para dewa, sekolah internasional dan sekolah negeri yang berorientasi pada pendidikan barat.

Sungguh ironi sebetulnya, apabila melihat kenyataan bahwa gaung Bapak Pendidikan ternyata hanya sebuah panggilan seremonial belaka. Sistem pedagogi ala Taman siswa yang ternyata berbeda dengan kurikulum yang berjalan di Indonesia dewasa ini seolah menjadi bentuk pengkhianatan terbesar yang mau tak mau harus dinikmati.

Kurikulum merdeka belajar yang sekarang sedang dicanangkan oleh mas Mentri Nadiem Makarim pun pada kenyataannya seperti parodi dari insan pendidikan yang sedang belajar untuk merdeka.

Padahal pedagogi Taman Siswa sejak jauh hari sudah menerapkan metode yang sekarang disebut merdeka belajar tersebut tanpa harus dihadapkan dengan ribetnya sistem yang berlaku.

Taman Siswa

Taman Siswa, yang didirikan pada tahun 1922 di Yogyakarta, adalah hasil dari diskusi panjang yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantoro (waktu itu nama resminya masih Suwardi Suryoningrat), Drs. Raden Mas Pandji Sosrokartono, dan Ki Ageng Suryomentaram tentang hakikat kebangsaan dan pendidikan nasional.

Mereka berdiskusi tentang persoalan kemanusiaan dan rasa jiwa manusia, kemudian salah satu dari mereka mengajukan pertanyaan, “Apakah Anda percaya bahwa semua manusia memiliki rasa jiwa yang sama?”

Yang lainnya merenung sejenak sebelum menjawab, “Saya percaya bahwa setiap manusia memiliki rasa jiwa yang unik, tetapi pada akhirnya, kita semua mengalami perasaan yang sama seperti cinta, kesedihan, dan kebahagiaan.”

“Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam hidup, dan ini dapat memengaruhi pengalaman dan persepsi mereka terhadap dunia dan kehidupan,” tambahnya.

“Maka dari itu, sebagai manusia, kita harus memiliki empati dan kepekaan terhadap orang lain yang berbeda dari kita, dan berusaha memahami perspektif mereka tanpa menghakimi,” kata yang lainnya.

Mereka kemudian memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu mereka dengan memikirkan cara untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dan mempromosikan kebaikan dan empati dalam masyarakat.

Daendels Sang Bapak Pendidikan Indonesia

Bapak Pendidikan seharusnya diberikan pada Daendels, karena dia adalah penguasa di Nusantara yang menggagas dan menciptakan sistem sekolah rakyat. Pada bulan Juni 1810, di Cirebon, Daendels melihat bahwa rakyat sama sekali tidak bisa membaca dan menulis, tidak mendapat pendidikan mengenal lingkungannya.

Lalu ia berbicara dengan Pangeran Cirebon untuk segera dibentuk ‘Sekolah Ronggeng’. Pada dasarnya sekolah ronggeng adalah sekolah pertama kali yang memadukan sistem pendidikan barat dengan sistem pendidikan timur dimana siswa didik dikenalkan pada lingkungannya dengan melek huruf, disini berarti ada pertemuan antara ketercerahan jiwa dengan ketercerahan intelektual.

Daendels terobsesi dengan pemikiran Descartes salah seorang Filsup dan Matematikawan kenamaan dari Prancis. Descartes pada masa keemasannya mempunyai keinginan mengenalkan ilmu pengetahuan kepada banyak orang secara Cuma – Cuma.

Beberapa gebrakan berani Descartes diantaranya adalah menjebol dan menyadur buku-buku berbahasa latin ke bahasa Perancis yang juga berarti bahasa rakyat banyak.

Tentu saja apa yang dilakukan Descartes berlawanan dengan sakralitas ilmu pengetahuan di Eropa pada masanya. Descartes menjawab dengan lantang jika yang dilakukannya merupakan hak semua orang.

“Ilmu pengetahuan bukanlah barang suci, ia sekedar informasi dan setiap orang berhak atas informasi yang disampaikan ilmu pengetahuan” ujar Descartes.

banner 336x280