DiksiNasi, Yogyakarta – Taru Martani, sebuah pabrik cerutu legendaris milik Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki sejarah panjang dalam industri cerutu dan tembakau Indonesia.
Berdiri sejak 1918 dengan nama awal N.V. Negresco, pabrik ini memproduksi cerutu yang telah menjadi favorit pasar internasional selama lebih dari satu abad.
Namun, belakangan ini pabrik tersebut menghadapi isu besar dengan laporan dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi perusahaan.
Awal Berdirinya Taru Martani
Pendirinya adalah seorang produsen cerutu asal Belanda, pabrik ini awalnya bernama N.V. Negresco dan terletak di Jalan Magelang sebelum pindah ke lokasinya saat ini di Jalan Kompol Bambang Suprapto, Yogyakarta, pada 1921.
Selama masa penjajahan Jepang, mereka sempat mengambil alih pabrik ini dan berganti nama menjadi “Java Tobacco Kojo.”
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengubah nama pabrik ini menjadi “Taru Martani,” yang berarti “daun yang menghidupi.”
Nama ini mencerminkan harapan bahwa pabrik ini dapat terus berkembang dan memberikan kehidupan bagi banyak orang.
Sejak saat itu, Taru Martani menjadi salah satu ikon industri cerutu Indonesia, memproduksi beberapa jenis cerutu berkualitas seperti Senator dan Mundi Victor.
Perjalanan Sejarah dan Kerja Sama Internasional
Pada 1972, Pemerintah DIY bekerja sama dengan perusahaan Belanda, Douwe Egberts, untuk memperluas ekspor cerutu ke pasar internasional.
Namun, kolaborasi ini tidak berjalan sesuai harapan. Selama 14 tahun, pabrik terus mengalami kerugian, hingga pada 1986, Douwe Egberts menarik diri, dan Taru Martani kembali menjadi Perusahaan Daerah.