DiksiNasi, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya fokus pada dugaan korupsi dana iklan Bank BJB di tingkat pusat, tetapi juga mengembangkan penyelidikan ke daerah.
KPK menduga praktik serupa terjadi dalam kerja sama antara pemerintah daerah dengan perusahaan media tertentu yang kuat dugaan memonopoli proyek iklan.
Dalam kasus Bank BJB, KPK telah menggeledah rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Senin, (10/03/2025).
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa barang bukti yang disita sedang dikaji lebih lanjut.
“Dokumen dan barang yang kami peroleh tengah petugas analisa untuk memastikan keterkaitannya dengan perkara ini,” ujarnya dalam acara di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (12/03/2025).
KPK Akan Periksa Perusahaan Media
Tidak hanya menyelidiki pejabat dan agensi periklanan, KPK juga berencana memanggil sejumlah perusahaan media yang menerima anggaran iklan dari Bank BJB.
Dugaan awal menyebutkan bahwa nilai iklan yang media terima jauh lebih kecil ketimbang dana pengalokasian dari bank.
“Kami akan mendalami kerja sama antara Bank BJB dan perusahaan media penerima anggaran iklan. Jika terdapat penyimpangan, tentu akan ada langkah hukum lebih lanjut,” jelas Setyo.
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank BJB menganggarkan belanja iklan sebesar Rp 341 miliar, tetapi hasil audit menunjukkan bahwa anggaran tersebut mengalami mark-up hingga mencapai Rp 200 miliar.
Modus yang digunakan adalah melalui perantara enam perusahaan agensi iklan yang diduga hanya sebagai alat untuk menaikkan biaya iklan.
Dugaan Monopoli Media di Daerah
Penyelidikan KPK kini berkembang ke daerah, di mana pola kerja sama antara pemerintah kabupaten atau kota dengan perusahaan media menunjukkan kecenderungan monopoli.
Sejumlah perusahaan media yang sama terus mendapatkan proyek dari pemerintah daerah tanpa melalui mekanisme lelang yang transparan.
“Dugaan sementara, kasus ini bukan hanya terjadi di tingkat provinsi, tetapi juga di daerah dengan modus yang serupa. Kerja sama antara pemerintah daerah dan perusahaan media tertentu cenderung mengarah pada monopoli dan mark-up yang fantastis,” kata seorang penyidik KPK yang enggan namanya terkenal.
Komentar