Komersialisasi Ibadah di Balik Retorika Kebaikan
PMII Ciamis membaca kenclengisasi sebagai bagian dari tren lebih luas: ibadah yang terkemas dalam format administrasi dan mendapat pengelolaan ala sistem pembayaran.
Kini, susah membedakan Zakat dan infak dengan jelas.
Minimnya edukasi memperparah keadaan, hingga warga tak tahu bahwa infak bukanlah kewajiban bulanan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan mendasar: Apakah pengelolaan infak oleh lembaga seperti BAZNAS telah menjunjung transparansi dan menjauh dari pola komersial?
Ketika spiritualitas mulai terpatok dalam ritme formal, maka ibadah tak lagi menjadi ruang kebebasan rohani, melainkan objek manajemen.
Desakan Evaluasi Terbuka atas Pola Penghimpunan Infak
Hasil FGD mendorong agar BAZNAS Ciamis membuka ruang evaluasi terbuka, melibatkan elemen masyarakat sipil termasuk ormas, mahasiswa, dan tokoh agama.
PMII juga menuntut adanya transparansi dana dan penegasan batas antara infak yang sukarela dengan zakat yang bersifat wajib.
Sebagai langkah konkret, PC PMII Ciamis tengah menyiapkan dokumen evaluatif dan rekomendasi kebijakan kepada BAZNAS, agar praktik penghimpunan infak kembali pada ruh spiritualnya, bukan terjebak dalam logika kuantitatif dan target.
Infak Tak Bisa Dipaksa, Apalagi Diformalkan
Fenomena kenclengisasi membuka ruang refleksi lebih luas: ibadah sejatinya adalah hak individu, bukan komoditas yang dapat diadministrasikan.
Jika semangat keikhlasan tergeser oleh sistem, maka tak hanya makna ibadah yang rusak, tetapi juga etika publik yang tercederai.