Menurut pengamat pasar uang Ariston Tjendra, “Dengan inflasi yang tetap tinggi, peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed semakin kecil, sehingga memperkuat nilai dolar AS.”
Sentimen tambahan berasal dari hasil pemilu AS yang dimenangkan Donald Trump, yang dikenal dengan kebijakan proteksionisnya.
Kebijakan Trump ini diperkirakan akan memicu inflasi lebih lanjut, terutama dengan tarif impor yang tinggi.
Tekanan pada Rupiah di Pasar Spot
Di pasar spot, rupiah terpantau melemah ke level Rp15.852 per dolar AS pada pukul 09:27 WIB, turun 68 poin atau 0,43% dari penutupan sebelumnya di Rp15.787 per dolar AS, berdasarkan data Bloomberg.
Analis Rully Nova dari Bank Woori Saudara menjelaskan bahwa tekanan ini disebabkan oleh kekuatan indeks dolar dan data inflasi AS yang sesuai harapan pasar.
“Optimisme pasar terhadap penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) Desember menurun, dengan ekspektasi bahwa The Fed hanya akan memangkas FFR dua kali pada semester I-2025,” ujar Rully.
Kurs Rupiah di Bank-Bank Besar
Pada perdagangan hari Kamis, kurs rupiah di sejumlah bank besar menunjukkan variasi, sebagai berikut:
- BRI: Jual Rp15.854 | Beli Rp15.829
- Bank Mandiri: Jual Rp15.815 | Beli Rp15.795
- BNI: Jual Rp15.876 | Beli Rp15.856
- BCA: Jual Rp15.875 | Beli Rp15.855
- CIMB Niaga: Jual Rp15.791 | Beli Rp15.780
Sementara itu, nilai tukar rupiah berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada Kamis turun ke level Rp15.873 per dolar AS, dari sebelumnya Rp15.782 per dolar AS.
Potensi Dampak untuk Ekonomi Indonesia
Kenaikan inflasi di AS menjadi ancaman bagi stabilitas nilai tukar rupiah.
Jika tren inflasi di AS berlanjut, potensi aliran modal keluar dari Indonesia semakin besar, terutama karena investor cenderung mengalihkan dana mereka ke aset dolar AS yang lebih aman.