“Leres, Pangersa. Pada zaman Nabi memang belum ada metode tangga nada dan nyanyian. Namun, jika nadhoman dan puji-pujian menghilang dari keseharian muslim, umat Islam tak akan bahagia.” kata Mama Rohel.
“Lihat saja hasilnya sekarang. Masjid-masjid sunyi dari suara anak-anak yang melantunkan puji-pujian. Para pengurus DKM malah mengganti suara bacaan Al-Qur’an dengan kaset, flashdisk, dan ponsel,” timpal Mama Rohel.
Diskusi mulai memanas.
Ajengan Uwes mulai terpancing.
Ia juga mengeluarkan jurus dalil andalannya.
“Kullu bid’atin dolalah, wa kullu dolalatin fin nar.” (Setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka). “Ini bid’ah, Mama. Bisa membuat kita masuk neraka,” ujar Ajengan Uwes.
Debat antara Mama Rohel dan Ajengan Uwes pun tampaknya belum selesai.
Akan berlanjut pada hari berikutnya.
Tabik pun.