DiksiNasi, Ciamis – Majelis Dzikir dan Istighosah Mambaussuluk di Desa Buniseuri, Kecamatan Cipaku, Ciamis, menjadi saksi pertemuan ulama dan tokoh budaya dalam Saeresehan Dakwah Syi’ar Islam Persatean Pesantren Ortodok (PPO).
Pemateri utama, Mama Rohel, mengungkapkan bahwa hubungan Islam dengan budaya Sunda, khususnya di Tatar Galuh, telah terjalin erat sejak lama.
“Islam tidak asing ketika datang ke Tatar Galuh, karena masyarakatnya sejak dahulu sudah menganut paham monoteis,” ujar Mama Rohel. Sabtu, (09/08/2025).
Menurutnya, Islam datang bukan untuk menghapus, tetapi menyempurnakan ajaran dan tradisi yang telah membumi di wilayah ini.
Islam masuk ke Cipaku sekitar abad ke-16 melalui jalur utara, dibawa oleh utusan Sunan Gunung Jati.
Keselarasan nilai antara ajaran Islam dan kepercayaan lokal membuat proses dakwah berjalan lancar.
Bahkan, Gus Muwafiq dari Nahdlatul Ulama menyebut banyak tokoh islam hebat lahir dari Cipaku.
Akar Monoteisme dalam Peradaban Galuh
Mama Rohel menuturkan, jauh sebelum penduduk Tatar Galuh memeluk Islam, mereka sudah mengenal Sang Hyang Widhi sebagai Tuhan yang Maha Esa.
Kesamaan ini menjadi alasan utama Islam mudah diterima.
Konsep ibadah seperti Hablum Minallah selaras dengan babakti ka Hyang Widhi, sementara Hablum Minannas sejalan dengan prinsip akur papada jalma.
Bahkan, pemikiran Sunda tentang tritangtu di buana mirip dengan ajaran Islam mengenai menjaga hubungan dengan alam.
Sejumlah catatan sejarah menyebut, masa kejayaan Kerajaan Galuh di Karangkamulyan pada tahun 612 M sejaman dengan masa kenabian Nabi Muhammad SAW.
Saat Prabu Wretikandayun mendirikan Galuh di usia 22 tahun, Nabi Muhammad tengah memasuki masa kenabian di usia 40 tahun.
“Ada kemiripan dalam pola ibadah dan siapa yang disembah, meski jarak geografisnya sangat jauh,” jelas Mama Rohel.