Part 170: Tahta yang Diperebutkan

Di Pesantren Tegal Bentar, sejumlah calon pejabat eselon duduk di selasar.

DiksiNasi, Cikarohel – Langit Kampung Cikarohel tiba-tiba mendung.

Angin menusuk hingga ke pori-pori.

Ini bukan musim hujan, melainkan kemarau yang datang di waktu yang salah.

Di Pesantren Tegal Bentar, sejumlah calon pejabat eselon duduk di selasar.

Mereka menanti fatwa dari Mama Rohel dan memohon doa serta jampe.

Para calon itu akan mengikuti open bidding di Kantor Keadipatian.

“Mama Rohel, manawi dikersakeun, abi nyuhunkeun doa. Bade ngiring testing open bidding. Mugia digampilkeun,” ucap Henhen, seorang calon pejabat bermuka seribu.

Mama Rohel tersenyum simpul, tak langsung menjawab.

Ia termenung sejenak sebelum berkata, “Seleresna mah kantun ka Kanjeng Adipati. Testing mah formalitas hungkul, Pangersa.”

Sambil menyeruput kopi, Mama Rohel membuka sedikit tabir misteri.

“Sebenarnya, sebelum ada open bidding, Kanjeng Prebu sudah mengetahui nama-nama yang layak masuk ke dalam kabinetnya. Namun demi akuntabilitas publik, terselenggara open bidding. Rumus alamnya sederhana: siapa yang paling dekat dengan sumber kekuasaan, dia lah yang paling berpeluang,” ujar Mama Rohel.

Beberapa calon pejabat hanya mengangguk pelan.

Dodo bin Smith menyimak dalam diam.

Apa yang Mama Rohel katakan terasa tepat di benaknya.

“Jangankan soal jabatan, urusan akhirat pun demikian. Nabi Muhammad menjamin sahabatnya, Abu Bakar dan Umar, masuk surga bersamanya. Mengapa? Karena mereka adalah orang-orang terdekat dengan beliau,” gumam Dodo, meski ia tak cukup berani untuk menyampaikan pemikirannya kepada Mama Rohel.