Tidak ada penjelasan bagaimana akun bisa diretas. Tidak ada kronologi dan keterangan teknis.
Bahkan tidak ada pernyataan tanggung jawab siapa yang sebenarnya mengelola akun tersebut.
Hanya harapan agar tidak terulang, yang ironisnya, justru tidak menjawab keresahan publik.
Praktisi: Publik Menunggu Jawaban Bukan Klise
Hilman Nugraha Praktisi Ilmu Tekhnologi (IT) asal Tasikmalaya menegaskan, publik berhak mempertanyakan bagaimana akun resmi milik lembaga negara bisa begitu mudah disusupi.
“Apakah tidak ada autentikasi ganda? Apakah admin-nya hanya satu orang dengan akses bebas?,” tegasnya.
“Atau lebih parah lagi apakah akun dinas disalahgunakan secara internal?,” tambahnya.
Menurutnya, lebih dari sekadar “konten nyasar”, insiden ini menunjukkan minimnya keseriusan dalam menjaga keamanan digital instansi pemerintah.
“Di era ketika kepercayaan publik dibangun lewat citra digital, kegagalan seperti ini seharusnya tidak hanya ditambal dengan kalimat minta maaf,” jelasnya.
Dia menyebut, Jika satu akun dinas bisa menyebarkan konten tak senonoh dan dompet Bitcoin dalam satu malam.
lalu dianggap selesai dengan satu unggahan story, bagaimana dengan keamanan data warga yang lain? tanya dia.
“Pertanyaan itu masih menggantung, sementara publik menunggu jawaban bukan sekadar klarifikasi klise,” ucapnya.