“Hari ini Undang-Undang Desa kita perjuangkan. Ingat sampai sore pun kita berkumpul, harga mati revisi Undang-Undang Nomor 6,” ujar Wijaya.
Namun, pandangan terhadap tuntutan tersebut tidak sepenuhnya setuju, terutama dari pihak Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Direktur Eksekutif KPPOD, Armand Suparman, menyatakan bahwa desakan tersebut hanya mengejar momentum politik.
Kontroversi Tuntutan Revisi UU Desa
Aksi demo Apdesi juga memunculkan kontroversi terkait tuntutan revisi UU Desa. Salah satu poin utama demo adalah permintaan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun, serta memungkinkan kepala desa menjabat tiga periode.
Pandangan berbeda muncul dari beberapa pihak yang berpendapat bahwa perpanjangan masa jabatan tidak akan secara langsung meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa. KPPOD menilai tidak ada urgensi untuk terburu-buru mengesahkan revisi UU Desa sebelum pemilu.
Kericuhan di depan Gedung MPR/DPR menjadi sorotan setelah aksi demonstrasi Apdesi. Kontroversi seputar tuntutan revisi UU Desa dan respons aparat keamanan terhadap massa menjadi fokus perhatian. Sejauh ini, belum ada tangkapan terhadap massa yang terlibat dalam kerusuhan tersebut, namun penyelidikan masih berlangsung. Demo Apdesi, yang sebelumnya menutup tol dan menyebabkan kemacetan, berakhir sekitar pukul 16.00 WIB.