DiksiNasi, CIAMIS — Alih-alih mengadopsi pendekatan semi-militer untuk menangani kenakalan remaja, Pemerintah Kabupaten Ciamis memilih jalur kultural: pesantren.
Bupati Ciamis, Herdiat Sunarya, menilai pendidikan karakter berbasis agama lebih cocok dan realistis diterapkan di wilayahnya yang kaya akan tradisi dan nilai keislaman.
“Kita tidak punya barak militer yang memadai di Ciamis. Tapi kita punya lebih dari 400 pesantren. Jadi, kalau ada anak yang perlu pembinaan, ya kita titipkan ke pesantren,” ujar Herdiat, usai menghadiri Musrenbang RPJMD 2025–2029 di Aula Bappeda Ciamis. Rabu, (21/05/2025).
Pernyataan Herdiat bukan sekadar retorika.
Ia menegaskan bahwa upaya pembinaan akhlak anak-anak harus sejalan dengan identitas lokal.
Pendekatan keras ala militer dianggap tidak relevan di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai religius dan kekeluargaan.
“Tujuannya sama, membentuk karakter. Tapi caranya kita sesuaikan dengan kultur Ciamis,” katanya, sembari menyelipkan gurauan, “Da urang Ciamis mah hade-hade.”
Sekolah Rakyat dan Peluang Ekonomi Baru
Pada forum yang sama, Herdiat juga memaparkan rencana pembangunan Sekolah Rakyat di kawasan Maloya.
Lahan seluas 10 hektare telah disiapkan, meski kebutuhan proyek hanya 5,8 hektare.
Program ini, yang diinisiasi pemerintah pusat namun sepenuhnya akan dikelola pemda, tidak hanya menjadi solusi pendidikan alternatif.
Herdiat optimistis, keberadaan sekolah tersebut akan menggerakkan roda ekonomi lokal, khususnya bagi pelaku UMKM, sekaligus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Tim pusat sudah datang. Verifikasi selesai. Tinggal perkuatan lewat Perbup. Ini bukan hanya soal pendidikan, tapi juga peluang ekonomi,” katanya.
Musrenbang RPJMD: Saatnya Anak Muda Bersuarakan Masa Depan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) kali ini bukan hanya soal angka dan dokumen teknokratik.
Forum ini juga, menjadi ruang inklusif ketika Ketua Forum Anak Kabupaten Ciamis mendapat panggung untuk menyampaikan aspirasi generasi muda.
Mereka menuntut pemenuhan hak anak, perlindungan yang lebih kuat, dan partisipasi nyata dalam perumusan kebijakan.
“Ini momentum penting. Anak-anak bicara, dan kita wajib mendengar,” ujar salah satu peserta Musrenbang.